Selasa, 25 Oktober 2022

 

Koneksi Antarmateri Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Universal sebagai Pemimpin
Kunti Dewi Hambawani, CGP Kab. Merangin

 

Fasilitator                : Bp. Trireko Hernando, S.Pd. M.Pd
Pengajar Praktik    : Bp. Dede Rudiana, S.Pd.


 



“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert

 

  • Dari kutipan di atas, apa kaitannya dengan proses pembelajaran yang sedang Anda pelajari saat ini?

Menurut saya mengenai padangan Bob Talbert di atas, adalah membelajarkan anak tentang ilmu pengetahuan adalah baik, benar menjadikan anak menjadi lebih mampu, lebih pintar dalam hal ilmu (pengetahuan). Namun sesungguhnya, mengajarkan murid kita tentang apa yang jauh lebih berharga lebih utama adalah yang terbaik, yaitu bagaimana laku mereka ketika menyelesaikan masalah baik dalam mengambil keputusan terbaik dari situasi yang dihadapi saat itu. Memutuskan sesuatu tidaklah mudh sebab keputusan itu adalah sesuatu yang berharga, maka dalam memutuskannya pun tidak boleh gegabah. Butuh pertimbangan apakah terpusat pada murid, dapat dipertanggung jawabkan, dan berlandaskan nilai kebajikan universal.

 

  • Bagaimana nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?

Nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita apabila dalam kenyataannya kita dapat mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, terimplementasikannya  nilai atau prinsip dalam pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada sesama, kepada lingkungan, dan kepada Allah Ta’ala. Hal tersebut dapat terlihat dari tercerminnya budaya positif dalam pengambilan keputusan misalnya, pemilu raya OSIS. Rembuk Pagelaran seni, Rapat Pelaksanan Kegiatan sekolah (Haornas, Hari pahlawan, 17 Agustus-an, dan lain-lain). Yang pasti dapat dilihat adalah adanya perubahan positif yang terjadi dilingkungan sekolah.

 

  • Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?

Pengambilan keputusan itu akan terimplementasi ketika saya dalam proses pembelajaran mampu memenuhi kebutuhan murid (kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid) secara tepat (pembelajaran berdeferensiasi). Memutuskan apakah akan dilaksanakan pembelajaran atau mundur waktunya itu penting. Saya harus memastikan murid saya siap, jika belum siap maka saya harus mengambil keputusan bagaimana agar murid saya siap belajar. Murid kita beragam, artinya mereka pasti memiliki minat dan profil belajar berbeda, maka pembelajaran tidak boleh saya memutuskan satu strategi. Pertimbangan dalam memutuskan pendekatan pembelajaran agar pelayanan tetap fokus berpusat pada murid saya juga harus diperhatikan.

 

  • Menurut Anda, apakah maksud dari kutipan ini jika dihubungkan dengan proses pembelajaran yang telah Anda alami di modul ini? Jelaskan pendapat Anda.


 Education is the art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

 

Menurut saya maksud kutipan tersebut adalah proses menuntun murid merupakan sebuah karya mencipta, menebalkan laku murid agar mampu menguasai diri  dalam bertindak sesuai kewajiban moral dan nilai-nilai kebajikan universal. Bagaimana melakukannya? Adalah dengan pembelajaran dalam pengambilan keputusan yang berdasarkan nilai kebajikan universal sehingga dapat dipertanggung jawabkan.

 

 

 

Koneksi Antarmateri Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin





 

  • Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

a.    Ing Ngarso Sung Tulodho, makna tersirat dari pratap ini adalah menjadi teladan, memimpin, contoh kebajikan, patut ditiru atau baik untuk dicontoh oleh orang lain perbuatan-kelakuan-sifat dan lain-lainnya. Artinya sebagai pemimpin pembelajaran, pendidik mampu memberikan contoh keteladan dalam memutuskan bagaimana segala sesuatu itu harus diambil secara bijak sesuai nilai kebajikan universal.

b.    Ing Madyo Mangun Karso, memberdayakan, menyemangati, membuat orang lain memiliki kekuatan, kemampuan, tenaga, akal, cara, dan sebagainya demi memperbaiki kualitas diri murid kita. Artinya menggugah semangat untuk mampu mengambil keputusan yang tepat, dapat dipertanggungjawabkan dan berlandaskan nilai kebajikan universal, meski dalam keadaan banyak aktivitas.

c.    Tut Wuri Handayani, penuntun yang baik harus mempengaruhi, memelihara, dan memprovokasi kebajikan serta kualitas positif lain agar orang lain bertumbuh dan maju. Dengan dorongan semangat yang kuat maka insya Allah sebuah keputusan akan membawa manfaat besar bagi murid.

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan? 
    N
    ilai merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan tolok ukur pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai-nilai positif dalam diri seseorang akan membantu mereka mengambil posisi ketika berhadapan dengan situasi atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dengan prinsip pengambilan berdasarkan nilai tersebut, pemimpin pembelajaran dituntut untuk mengambil keputusan yaitu “perubahan”. Memutuskan dalam mengapresiasi dan memanfaatkan asset dan sumber daya yang dimiliki. Memutuskan untuk menciptakan suasana belajar yang positif dan berkualitas bagi murid. Simpulannya karsa merupakan suatu kekuatan yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, yang kesemuanya akan berpegang pada nilai kebajikan universal

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
    Sebagai coach bagi kita peran fasilitator dalam proses pembelajaran sangat berdampak besar bagi saya khususnya, umumnya bagi CGP lainnya. Dampak itu terlihat ketika kita (CGP) ketika bagaimana harus mengambil pembelajaran, memunculkan pertanyaan-pertanyaan mendalam untuk mengakses keterampilan metakognitifnya ketika melihat dan mengevaluasi proses berpikir kita sendiri terkait belajar, pencapaian tujuan, dan pemecahan masalah. Disinilah keterampilan pengambilan yang telah dibelajarkan oleh fasilitator akan kelihatan. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul untuk menggali ide-ide yang sangat luar biasa, sehingga dalam pengambilan keputusan tidak akan gamang atau ragu, namun yakin dapat dipertanggung jawabkan, berpusat pada murid, dan sesuai nilai kebajikan universal. Tentunya semua dilakukan dengan pendekatan TIRTA berpedoman pada paradigm dan prinsip coaching akan mampu menggali segala potensi.

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
    kemampuan sosial emosional sangat terkait erat dalam pengambilan keputusan. Kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok. Untuk pengambilan keputusan khususnya masalah dilema etika maka butuh kesadaran penuh (mindfulness) menjadi dasar bagi membuat rancangan yang akan membawa kebaikan, pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai moral dan etika, memikirkan konsekuensi, memiliki rasa bertanggung jawab atas setiap keputusan yang dibuat apapun hasilnya.

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
    Kasus yang berfokus pada masalah moral dan etika akan bermuara kembali ke nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Dilemma etika, benar lawan benar ataupun bujukan moral, benar lawan salah. Seorang pendidik harus memegang teguh prinsip dan nilai yang sudah menjadi pedomannya. Apapun nilai yang didigunakan sebagai landasan pada dasarnya akan memiliki konsesuensi yang mengikutinya. Namun, semuanya tetap kembali bahwa pengambilan keputusan harus didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan, dan berpihak pada murid

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?
    Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
    Ini sangat benar. Sebuah keputusan yang tepat akan menciptakan lingkungan positif yang tercermin dari penerapan disiplin menjadi budaya positif. Suasana kondusif saling mendukung antar seluruh elemen sekolah. Murid akan merasa aman nyaman sehingga proses menuntun dapat terlaksana menuju tujuan yang diinginkan yaitu murid selamat bahagia setinggi-tingginya. Lingkungan yang aman dan nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar, membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran ini pun tercermin dalam pengambilan keputusan dalam kesepakatan keyakinan kelas.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini?
    Ada. Terkadang kita dihadapkan rasa tidak enak hati, atau “welas asih” alias tidak tega, tidak adil. Benar lawan salah, dan sebagainya. Maka kembalikan ke titik awal, sudahkah berpihak pada murid? Setelah itu bagaimana dampaknya ketika diuji dengan paradigm jangka pendek lawan jangka panjang, apakah akan memberikan berkah atau sebaliknya? Ini juga patut dipertimbangkan. Tantangan berikutnya yang tampak adalah pendidik dan murid itu beragam suku adat dan budaya. Menyatukannya untuk menjadi homogen sangat tidak bisa, maka menjaga keheterongenan ini yang terkadang menjadi dilema. Di depan kita baik, di belakang kita terkadang menghujam. Namun, yakinlah bahwa yang baik dan benar tidak akan kalah dengan yang tidak baik dan tidak benar. Tantangan berikutnya adalah jika terkendala dengan kegagalan dalam menjalankan keyakinan yang telah disepakati, artiya motivasi diri belum terpatri kuat, masih goyah. Memang ini membutuhkan suatu pembudayaan, perlahan, dan penuh kesabaran. Tantangan berikutnya faktor eksternal, di mana kebijakan yang ditetapkan sekolah terkadang masih dicari sisi lemahnya oleh segelintir oknum yang mengaku LSM dengan dalih penyalur aspirasi orang tua.

  • Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
    Ada. Dimanapun tempatnya dilema etika akan selalu menaungi. Tergantung kita dapat menyikapinya secara bijak sesuai nilai kebajikan atau tidak. Sebagai contoh, ketika berposisi menjadi individu dari sebuah warga dimana dihadapkan pada dilemma harus mengikuti kegiatan lingkungan sementara di sisi lain kewajiban tugas juga menunggu. Maka sinilah bentuk pengertian warga lain untuk mengerti posisi dan peran kita sebagai pendidik. Namun, terkadang warga lain belum memahami hal yang demikian. Mereka menyama ratakan. Disinilah pengambilan keputusan secara bijak oleh pemangku kepentingan diperlukan.

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
    Pengaruhnya adalah murid diberikan kebebasan belajar sesuai 3 kebutuhan dasar mereka sebagai individu pembelajar. Memperhatikan 3 kebutuhan dasar murid dalam proses pembelajaran adalah memberikan kebebasan mereka dalam mengeksplor minat, bakat, kesiapan belajar, profil belajar sehingga mereka akan belajar secara alami dan efisien sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Penuntun tidak cenderung mengatur dan menentukan. Biarkan murid berkembang sesuai keinginan mereka, penuntun hanya mengarahkan dan memberi jalan, tidak berhak menentukan harus lewat jalur apa, jalur mana.

    Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda? Dengan pembelajaran berdeferensiasi. Murid kita unik, beragam, kemudian memiliki kodrat alam dan kodrat zaman yang berbeda. Mereka bertumbuh, maka sebagai penuntun giringlah mereka agar bertumbuh di lahan yang tepat. Maka pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan murid adalah yang tepat dan bagaimana penuntun merespon terhadap kebutuhan tersebut. Untuk mewujudkannya penuntun harus memperhatikan bagaimana pembelajaran itu memiliki tujuan, merespon kebutuhan murid, menciptakan lingkungan belajar yang mengundang murid untuk belajar, memanajemen kelas yang efektif, penilain berkelanjutan. Pembelajaran berdeferensiasi dengan pendekatan konten (masukan-apa yang dipelajari murid), proses (bagaimana murid memahami ide), dan produk (hasil apa yang telah murid pelajari
  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
    Sangat berpengaruh, artinya ketika pemimpin pembelajaran mengambil keputusan terhadap darus dituntun seperti apa muridnya, harus bagaimana mengerahkan jalurnya, harus menuntun lakunya agar tidak terpeleset maka disinilah letah pengaruh itu muncul. Proses menuntun yang keliru akan memberikan dampak besar pun sebaliknya jika proses ngemong dan nuntun itu benar-benar berlandaskan nilai kebajikan dan berpusat pada mereka insya Allah, masa depan muridnya akan selamat dan bahagia baik sebagai individu ataupun sebagai anggota masyarakat.

  • Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? Simpulan yang dapat ditarik adalah proses pembelajaran menuntun murid tidak terlepas dari filosofi Ki Hajar Dewantara denga Pratap Trilokanya. Pembelajaranpun harus dikaitkan sengan nilai dan peran guru  sebagai penuntun. Memaksimalkan kompetensi social emosional dalam membelajarkan murid dengan kesadaran penuh. Membelajarkan sesuai dengan kebutuhan mereka yang unik dan beragam. Dengan meperhatikan kebutuhan tersebut melalui pembelajaran deferensiasi dan proses pembelajaran dengan coaching tepat maka insya Allah pengambilan keputusan harus menuntun seperti apa, harus bagaimana akan dapat terlaksana secara kolaboratif dan menghasilkan keputusan yang berpusat pada murid, dapat dipertanggung jawabkan, dan berlandaskan Nilai-nilai kebajikan universal.

  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
    dilemma etika adalah masalah-maslah yang timbul dimana kebenaran lawan kebenaran. Bujukan moral adalah masalah yang harus diputuskan benar atau salah. 4 paradigma pengambilan keputusan meliputi individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, dan jangka pendek lawan jangka panjang. Kemudian 3 prinsip pengambilan keputusan terdiri atas berbikir berbasis hasil akhir, berbikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Sementara 9 langkah pengambilan keputusan ini antara lain (1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, (2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini. (3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini. (4) Pengujian benar atau salah (5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar. (6) Melakukan Prinsip Resolusi (7). Investigasi Opsi Trilema (8) Buat Keputusan (9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan. Adakah hal di luar dugaan adalah, keputusan tidak dijalankan maksimal, akhirnya hasilnya pun tidak maksimal (perlu diantisipasi)

    Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema?
    Pernah. Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
    Ketika menjadi ketua panitia dan harus menyetujui anggaran untuk biaya transport “…” lalu dimintai persetujuan untuk megniyakan keputusan sepihak. Saya tahu ini salah, tetapi saya meng”iyakan”. Sebab alasannya tidak dapat diambil dari anggaran apapun, maka jalan satu-satunya dengan keputusan sepihak tersebut
  • Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini? Alhamdulillah, setelah mempelajari modul pengambilan keputusan ini, insya Allah yang benar akan saya katakan benar dan yang salah akan saya katakan salah. Untuk dilema etika, maka saya akan lebih berhati-hati dalam memutuskannya, sebab meskipun kedua kasus sepertinya sama-sama benar, tetapi jika dicermati secara mendalan akan menimbulkan dampak yang kurang baik di masa mendatang, ini juga patut dipertimbangkan masak-masak.

  • Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin? Sangat penting bagi keduanya baik individu ataupun pemimpin. Sebab mempelajari ilmu pengetahuan itu tidak akan rugi tidak akan membawa kesialan. Justru kebermanfaatannya akan dapat kita rasakan meski tidak serta merta, pasti perlahan dan pasti akan menikmatinya. Tidak akan ada ilmu yang sia-sia. Sebagai individu ataupun pemimpin, pembelajaran pengambilan keputusan dengan berbasis nilai kebajikan akan menentukan keputusan yang tidak keliru atau salah. meskipun terkadang keputusan kita itu penuh cibir dan kritik.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Sastra

Kalian dalam Sebuah Episode