Teks editorial adalah teks yang ditulis oleh redaksi media dan merupakan pandangan dan sikap resmi suatu media terhadap peristiwa yang aktual, fenomenal, dan kontroversial. Teks editorial juga dikenal sebagai tajuk rencana.
Teks editorial biasanya terdapat pada rubrik Opini. Rubrik ini berisi editorial dan surat dari pembaca. Jadi, editorial dan surat pembaca adalah dua hal yang berbeda ya. Editorial dibuat oleh jajaran redaksi media massa, sedangkan surat pembaca merupakan tulisan yang dikirim oleh masyarakat biasa.
Fungsi dari teks editorial adalah untuk menanggapi suatu isu yang sedang beredar, memberikan saran, dan melatih pembaca supaya berpikir kritis. Isu yang dibahas bisa berupa masalah ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, sosial budaya, olahraga, dan lain sebagainya.
Struktur Teks Editorial:
Pengenalan Isu
Pengenalan isu (tesis) adalah bagian pendahuluan dari teks editorial. Di sini, pihak redaksi mengenalkan masalah yang akan dibahas. Masalah atau peristiwa tersebut bersifat aktual, kontroversial, dan fenomenal. Pokoknya, berita yang lagi hangat-hangatnya dibahas
Penyampaian Pendapat atau Argumentasi
Struktur yang kedua yaitu penyampaian pendapat atau argumentasi. Di dalamnya, berisi fakta-fakta yang berasal dari hasil penelitian. pernyataan para ahli, maupun referensi yang dapat dipercaya.
Kemudian, penulis akan mengomentari fakta berdasarkan sudut pandangnya, sehingga tampak berpihak sesuai dengan isi teks editorial. Tujuan argumentasi untuk mempengaruhi serta meyakinkan pembaca
Penegasan Ulang
Bagian terakhir teks editorial adalah penegasan ulang, yang berisi kesimpulan, saran atau rekomendasi. Di dalamnya juga terselip harapan redaksi kepada para pihak terkait untuk mengatasi persoalan tersebut.
Menatap pada jiwa yang masih mempupuk tanya Kuurai benang kusut yang semerawut Dengan sedikit Kacau Pada kodrat yang tertera dari pembawaan pada Laku di kala sesiang Lalu kugiring dengan tali rasa Menempa dengan kaca pada sang Pamongnya Berpagut gayut tanpa menukil luka Pada angin kita bersenda dalam meniti penuh Kebebasan Tanpa memenjarakan di kotak tak Bertuan Anakku yang masih Kelabu Bersukalah dalam karyamu Bermanjalah dengan alam dan abadmu Berpaut pada arus yang sengaja kugiring Kuiiring dalam sebuah perjanjian Anakku yang mulai mengikis kelabu Berontaklah berlarilah bersamaku Merajut dalam menata laku dan Pekertimu Jangan kau kurung suaramu kala kita berpesta dibincang Penghantar Di tengah hari Jangan kau lipat Tanganmu saat kita memilin lidi menjadi Bilah sapu Anakku Jangan kau pasung ragamu Pada kamar kayu seperti kala Dulu Kini kita mainkan nada- Nada ilmu pada laras-laras lagu Anakku Senandungmu pertanda bahagiamu Ada bersamaku
1740 itu kapan ya? "Jaman ipong" itu kata Embah artinya jaman duluuuuu sekaliiiii karena kita ga akan pernah nyium baunya. Apalagi menerka berapa harikah meniti ke sononya. Mau tau Kaili cantiknya kaya Apa? Keizer itu ala-ala K-POP_kah? Gimana pergolakan. Perebutan kekuasaan. Intip ke https://kbm.id/ terus sematkan nick @dewicalli. Gratis kok,, 😍 sebab masih sekelumit saja. 😍😍
Selasa, 01 November 2022
Teks Eksposisi
Eksposisi secara etimologi berasal dari bahasalatinexposition yang artinya membuka atau memulai. Teks eksposisi digunakan untuk menyampaikan pendapat mengenai suatu permasalahan dengan hi i am the legend pengetahuan dan wawasan pembaca (https://id.wikipedia.org/wiki/Eksposisi)
Teks eksposisi sebenarnya adalah jenis teks nonfiksi yang berisi tentang penjelasan dari suatu informasi atau pengetahuan. Teks eksposisi sendiri ditulis berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi. Selain itu, teks ini menyajikan informasi dengan padat, jelas, singkat, dan tentunya akurat. Informasi yang disajikan juga harus sesuai dengan 5W + 1H atau lebih dikenal ADIK SIMBA, mulai dari apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, hingga bagaimana (https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-teks-eksposisi/)
Jadi Pengertian dari teks eksposisi adalah sebuah tulisan yang menjelaskan atau menguraikan suatu ide, pokok pikiran, pendapat, informasi, maupun pengetahuan pembaca tanpa bermaksud memengaruhi. Tujuannya untuk memerluas pengetahuan pembaca.
Struktur
Tesis (thesis) adalah pembuka karangan yang berisi sudut pandang penulis terhadap topik bahasan. Tesis ini berisi teori yang dibahas atau sebuah hasil analisis yang nantinya akan diperkuat argumen.
Argumentasi (argument) adalah alasan yang diperkuat dengan bukti-bukti kuat dalam rangka memperkuat argumentasi yang berbentuk pendapat para ahli, hasil penelitian, atau pernyataan yang berdasar referensi yang kredibel.
Penegasan ulang (resteatment of thesis) adalah bagian akhir yang menjadi simpulan paragraf serta menegaskan kembali tesis dan argumentasi (https://id.wikipedia.org/wiki/Eksposisi)
Perbedaan Eksposisi dengan Teks Lain (Argumentasi) Eksposisi:
bertujuan menerangkan atau menjelaskan sehingga pembaca mendapatkan informasi secara jelas.
contoh, grafik, buktidigunakan untuk menjelaskan suatu hal yang sedang dibahas
penutup berupa penegasan kembali atas pemaparan yang telah diuraikan.
Argumentasi:
bertujuan memengaruhi pembaca supaya setuju dengan pendapat, keyakinan, atau sikap dari penulis.
contoh, grafik, data digunakan sebagai bukti
penutup berupa kesimpulan atas sesuatu yang telah dipaparkan atau diuraikan
Selasa, 25 Oktober 2022
Koneksi Antarmateri Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis
Nilai-Nilai Kebajikan Universal sebagai Pemimpin Kunti Dewi Hambawani,
CGP Kab. Merangin
Fasilitator : Bp. Trireko Hernando, S.Pd. M.Pd
Pengajar Praktik : Bp. Dede Rudiana, S.Pd.
“Mengajarkan
anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama
adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert
Dari
kutipan di atas, apa kaitannya dengan proses pembelajaran yang sedang Anda
pelajari saat ini?
Menurut saya mengenai padangan Bob Talbert di
atas, adalah membelajarkan anak tentang ilmu pengetahuan adalah baik, benar
menjadikan anak menjadi lebih mampu, lebih pintar dalam hal ilmu (pengetahuan).
Namun sesungguhnya, mengajarkan murid kita tentang apa yang jauh lebih berharga
lebih utama adalah yang terbaik, yaitu bagaimana laku mereka ketika menyelesaikan
masalah baik dalam mengambil keputusan terbaik dari situasi yang dihadapi saat
itu. Memutuskan sesuatu tidaklah mudh sebab keputusan itu adalah sesuatu yang
berharga, maka dalam memutuskannya pun tidak boleh gegabah. Butuh pertimbangan
apakah terpusat pada murid, dapat dipertanggung jawabkan, dan berlandaskan
nilai kebajikan universal.
Bagaimana
nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan
keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?
Nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita
anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan
kitaapabila dalam kenyataannya kita dapat
mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, terimplementasikannyanilai atau prinsip dalam pengambilan
keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada sesama, kepada lingkungan,
dan kepada Allah Ta’ala. Hal tersebut dapat terlihat dari tercerminnya budaya
positif dalam pengambilan keputusan misalnya, pemilu raya OSIS. Rembuk
Pagelaran seni, Rapat Pelaksanan Kegiatan sekolah (Haornas, Hari pahlawan, 17
Agustus-an, dan lain-lain). Yang pasti dapat dilihat adalah adanya perubahan
positif yang terjadi dilingkungan sekolah.
Bagaimana
Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses
pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?
Pengambilan keputusan itu akan terimplementasi
ketika saya dalam proses pembelajaran mampu memenuhi kebutuhan murid (kesiapan
belajar, minat, dan profil belajar murid) secara tepat (pembelajaran
berdeferensiasi). Memutuskan apakah akan dilaksanakan pembelajaran atau mundur
waktunya itu penting. Saya harus memastikan murid saya siap, jika belum siap
maka saya harus mengambil keputusan bagaimana agar murid saya siap belajar.
Murid kita beragam, artinya mereka pasti memiliki minat dan profil belajar berbeda,
maka pembelajaran tidak boleh saya memutuskan satu strategi. Pertimbangan dalam
memutuskan pendekatan pembelajaran agar pelayanan tetap fokus berpusat pada
murid saya juga harus diperhatikan.
Menurut
Anda, apakah maksud dari kutipan ini jika dihubungkan dengan proses
pembelajaran yang telah Anda alami di modul ini? Jelaskan pendapat Anda.
Education is the art of
making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~
Menurut saya maksud kutipan tersebut
adalah proses menuntun murid merupakan sebuah karya mencipta, menebalkan laku
murid agar mampu menguasai diri dalam
bertindak sesuai kewajiban moral dan nilai-nilai kebajikan universal. Bagaimana
melakukannya? Adalah dengan pembelajaran dalam pengambilan keputusan yang
berdasarkan nilai kebajikan universal sehingga dapat dipertanggung jawabkan.
Koneksi Antarmateri Modul 3.1
Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin
Bagaimana filosofi Ki
Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan
penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
a.Ing Ngarso Sung Tulodho, makna
tersirat dari pratap ini adalah menjadi teladan, memimpin, contoh kebajikan,
patut ditiru atau baik untuk dicontoh oleh orang lain perbuatan-kelakuan-sifat
dan lain-lainnya.
Artinya sebagai pemimpin pembelajaran, pendidik mampu memberikan contoh
keteladan dalam memutuskan bagaimana segala sesuatu itu harus diambil secara
bijak sesuai nilai kebajikan universal.
b.Ing Madyo Mangun Karso, memberdayakan,
menyemangati, membuat orang lain memiliki kekuatan, kemampuan, tenaga, akal,
cara, dan sebagainya demi memperbaiki kualitas diri murid kita. Artinya menggugah
semangat untuk mampu mengambil keputusan yang tepat, dapat
dipertanggungjawabkan dan berlandaskan nilai kebajikan universal, meski dalam
keadaan banyak aktivitas.
c.Tut Wuri Handayani, penuntun
yang baik harus mempengaruhi,
memelihara, dan memprovokasi kebajikan serta kualitas positif lain agar orang
lain bertumbuh dan maju. Dengan
dorongan semangat yang kuat maka insya Allah sebuah keputusan akan membawa manfaat besar
bagi murid.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita,
berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu
keputusan? Nilai
merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan tolok
ukur pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya
sangat spesifik. Kehadiran nilai-nilai positif dalam diri seseorang akan
membantu mereka mengambil posisi ketika berhadapan dengan situasi atau
masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan
sehari-hari. Maka dengan prinsip pengambilan berdasarkan nilai tersebut,
pemimpin pembelajaran dituntut untuk mengambil keputusan yaitu
“perubahan”. Memutuskan dalam mengapresiasi dan memanfaatkan asset dan
sumber daya yang dimiliki. Memutuskan untuk menciptakan suasana belajar
yang positif dan berkualitas bagi murid. Simpulannya karsa merupakan suatu
kekuatan yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini pun
berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh
seseorang, yang kesemuanya akan berpegang pada nilai kebajikan universal
Bagaimana materi pengambilan
keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang
diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran
kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita
ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah
ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan
tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’
yang telah dibahas pada sebelumnya. Sebagai coach bagi kita peran
fasilitator dalam proses pembelajaran sangat berdampak besar bagi saya
khususnya, umumnya bagi CGP lainnya. Dampak itu terlihat ketika kita (CGP)
ketika bagaimana harus mengambil pembelajaran, memunculkan
pertanyaan-pertanyaan mendalam untuk mengakses keterampilan
metakognitifnya ketika melihat dan mengevaluasi proses berpikir kita
sendiri terkait belajar, pencapaian tujuan, dan pemecahan masalah.
Disinilah keterampilan pengambilan yang telah dibelajarkan oleh
fasilitator akan kelihatan. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul untuk
menggali ide-ide yang sangat luar biasa, sehingga dalam pengambilan
keputusan tidak akan gamang atau ragu, namun yakin dapat dipertanggung
jawabkan, berpusat pada murid, dan sesuai nilai kebajikan universal.
Tentunya semua dilakukan dengan pendekatan TIRTA berpedoman pada paradigm
dan prinsip coaching akan mampu menggali segala potensi.
Bagaimana
kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya
akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah
dilema etika? kemampuan
sosial emosional sangat terkait erat dalam pengambilan keputusan.
Kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas
kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa
aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam
tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being)
diri sendiri, masyarakat, dan kelompok. Untuk pengambilan keputusan
khususnya masalah dilema etika maka butuh kesadaran penuh (mindfulness) menjadi
dasar bagi membuat rancangan yang akan membawa kebaikan,
pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai moral dan etika, memikirkan
konsekuensi, memiliki rasa bertanggung jawab atas setiap keputusan yang
dibuat apapun hasilnya.
Bagaimana pembahasan studi kasus
yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang
dianut seorang pendidik? Kasus yang berfokus pada
masalah moral dan etika akan bermuara kembali ke nilai-nilai yang dianut
seorang pendidik. Dilemma etika, benar lawan benar ataupun bujukan moral,
benar lawan salah. Seorang pendidik harus memegang teguh prinsip dan nilai
yang sudah menjadi pedomannya. Apapun nilai yang didigunakan sebagai
landasan pada dasarnya akan memiliki konsesuensi yang mengikutinya. Namun,
semuanya tetap kembali bahwa pengambilan keputusan harus didasarkan pada
rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan, dan berpihak pada murid
Bagaimana pengambilan keputusan
yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif,
kondusif, aman dan nyaman?
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Ini sangat benar. Sebuah keputusan yang tepat akan
menciptakan lingkungan positif yang tercermin dari penerapan disiplin
menjadi budaya positif. Suasana kondusif saling mendukung antar seluruh
elemen sekolah. Murid akan merasa aman nyaman sehingga proses menuntun
dapat terlaksana menuju tujuan yang diinginkan yaitu murid selamat bahagia
setinggi-tingginya. Lingkungan yang aman dan nyaman akan memberikan murid
kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar, membuat kesalahan,
belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran ini
pun tercermin dalam pengambilan keputusan dalam kesepakatan keyakinan
kelas.
Apakah tantangan-tantangan di
lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap
kasus-kasus dilema etika ini? Ada. Terkadang kita dihadapkan
rasa tidak enak hati, atau “welas asih” alias tidak tega, tidak adil. Benar
lawan salah, dan sebagainya. Maka kembalikan ke titik awal, sudahkah
berpihak pada murid? Setelah itu bagaimana dampaknya ketika diuji dengan
paradigm jangka pendek lawan jangka panjang, apakah akan memberikan berkah
atau sebaliknya? Ini juga patut dipertimbangkan. Tantangan berikutnya yang
tampak adalah pendidik dan murid itu beragam suku adat dan budaya.
Menyatukannya untuk menjadi homogen sangat tidak bisa, maka menjaga
keheterongenan ini yang terkadang menjadi dilema. Di depan kita baik, di
belakang kita terkadang menghujam. Namun, yakinlah bahwa yang baik dan
benar tidak akan kalah dengan yang tidak baik dan tidak benar. Tantangan
berikutnya adalah jika terkendala dengan kegagalan dalam menjalankan
keyakinan yang telah disepakati, artiya motivasi diri belum terpatri kuat,
masih goyah. Memang ini membutuhkan suatu pembudayaan, perlahan, dan penuh
kesabaran. Tantangan berikutnya faktor eksternal, di mana kebijakan yang ditetapkan
sekolah terkadang masih dicari sisi lemahnya oleh segelintir oknum yang
mengaku LSM dengan dalih penyalur aspirasi orang tua.
Adakah kaitannya
dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Ada. Dimanapun tempatnya dilema etika akan selalu menaungi. Tergantung
kita dapat menyikapinya secara bijak sesuai nilai kebajikan atau tidak.
Sebagai contoh, ketika berposisi menjadi individu dari sebuah warga dimana
dihadapkan pada dilemma harus mengikuti kegiatan lingkungan sementara
di sisi lain kewajiban tugas juga menunggu. Maka sinilah bentuk pengertian
warga lain untuk mengerti posisi dan peran kita sebagai pendidik. Namun,
terkadang warga lain belum memahami hal yang demikian. Mereka menyama
ratakan. Disinilah pengambilan keputusan secara bijak oleh pemangku
kepentingan diperlukan.
Apakah pengaruh pengambilan
keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan
murid-murid kita? Pengaruhnya adalah murid
diberikan kebebasan belajar sesuai 3 kebutuhan dasar mereka sebagai
individu pembelajar. Memperhatikan 3 kebutuhan dasar murid dalam proses
pembelajaran adalah memberikan kebebasan mereka dalam mengeksplor minat,
bakat, kesiapan belajar, profil belajar sehingga mereka akan belajar
secara alami dan efisien sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Penuntun
tidak cenderung mengatur dan menentukan. Biarkan murid berkembang sesuai
keinginan mereka, penuntun hanya mengarahkan dan memberi jalan, tidak
berhak menentukan harus lewat jalur apa, jalur mana.
Bagaimana
kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang
berbeda-beda?Dengan pembelajaran
berdeferensiasi. Murid kita unik, beragam, kemudian memiliki kodrat alam
dan kodrat zaman yang berbeda. Mereka bertumbuh, maka sebagai penuntun
giringlah mereka agar bertumbuh di lahan yang tepat. Maka pembelajaran
yang mampu memenuhi kebutuhan murid adalah yang tepat dan bagaimana
penuntun merespon terhadap kebutuhan tersebut. Untuk mewujudkannya
penuntun harus memperhatikan bagaimana pembelajaran itu memiliki tujuan,
merespon kebutuhan murid, menciptakan lingkungan belajar yang mengundang
murid untuk belajar, memanajemen kelas yang efektif, penilain
berkelanjutan. Pembelajaran berdeferensiasi dengan pendekatan konten
(masukan-apa yang dipelajari murid), proses (bagaimana murid memahami
ide), dan produk (hasil apa yang telah murid pelajari
Bagaimana seorang pemimpin
pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau
masa depan murid-muridnya? Sangat berpengaruh, artinya
ketika pemimpin pembelajaran mengambil keputusan terhadap darus dituntun
seperti apa muridnya, harus bagaimana mengerahkan jalurnya, harus menuntun
lakunya agar tidak terpeleset maka disinilah letah pengaruh itu muncul.
Proses menuntun yang keliru akan memberikan dampak besar pun sebaliknya jika
proses ngemong dan nuntun itu benar-benar berlandaskan nilai kebajikan dan
berpusat pada mereka insya Allah, masa depan muridnya akan selamat dan
bahagia baik sebagai individu ataupun sebagai anggota masyarakat.
Apakah kesimpulan akhir yang
dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya
dengan modul-modul sebelumnya?Simpulan yang dapat ditarik
adalah proses pembelajaran menuntun murid tidak terlepas dari filosofi Ki
Hajar Dewantara denga Pratap Trilokanya. Pembelajaranpun harus dikaitkan
sengan nilai dan peran gurusebagai
penuntun. Memaksimalkan kompetensi social emosional dalam membelajarkan
murid dengan kesadaran penuh. Membelajarkan sesuai dengan kebutuhan mereka
yang unik dan beragam. Dengan meperhatikan kebutuhan tersebut melalui
pembelajaran deferensiasi dan proses pembelajaran dengan coaching tepat
maka insya Allah pengambilan keputusan harus menuntun seperti apa, harus
bagaimana akan dapat terlaksana secara kolaboratif dan menghasilkan
keputusan yang berpusat pada murid, dapat dipertanggung jawabkan, dan
berlandaskan Nilai-nilai kebajikan universal.
Sejauh
mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di
modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan
keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan? dilemma
etika adalah masalah-maslah yang timbul dimana kebenaran lawan kebenaran. Bujukan moral adalah masalah yang harus
diputuskan benar atau salah. 4 paradigma pengambilan keputusan meliputi
individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan kasihan, kebenaran lawan
kesetiaan, dan jangka pendek lawan jangka panjang. Kemudian 3 prinsip
pengambilan keputusan terdiri atas berbikir berbasis hasil akhir, berbikir
berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Sementara 9 langkah
pengambilan keputusan ini antara lain (1) Mengenali
nilai-nilai yang saling bertentangan, (2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini. (3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan
situasi ini. (4) Pengujian benar atau salah (5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar. (6) Melakukan Prinsip Resolusi (7). Investigasi Opsi Trilema (8) Buat Keputusan (9)
Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.
Adakah hal di luar dugaan adalah, keputusan tidak dijalankan maksimal,
akhirnya hasilnya pun tidak maksimal (perlu diantisipasi) Sebelum mempelajari modul ini,
pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam
situasi moral dilema? Pernah. Bilamana pernah, apa bedanya
dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Ketika menjadi ketua panitia dan harus menyetujui anggaran untuk biaya
transport “…” lalu dimintai persetujuan untuk megniyakan keputusan
sepihak. Saya tahu ini salah, tetapi saya meng”iyakan”. Sebab alasannya
tidak dapat diambil dari anggaran apapun, maka jalan satu-satunya dengan
keputusan sepihak tersebut
Bagaimana dampak mempelajari
konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara
Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran
modul ini?Alhamdulillah, setelah
mempelajari modul pengambilan keputusan ini, insya Allah yang benar akan
saya katakan benar dan yang salah akan saya katakan salah. Untuk dilema
etika, maka saya akan lebih berhati-hati dalam memutuskannya, sebab
meskipun kedua kasus sepertinya sama-sama benar, tetapi jika dicermati
secara mendalan akan menimbulkan dampak yang kurang baik di masa
mendatang, ini juga patut dipertimbangkan masak-masak.
Seberapa penting mempelajari topik
modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang
pemimpin?Sangat penting bagi keduanya
baik individu ataupun pemimpin. Sebab mempelajari ilmu pengetahuan itu
tidak akan rugi tidak akan membawa kesialan. Justru kebermanfaatannya akan
dapat kita rasakan meski tidak serta merta, pasti perlahan dan pasti akan
menikmatinya. Tidak akan ada ilmu yang sia-sia. Sebagai individu ataupun
pemimpin, pembelajaran pengambilan keputusan dengan berbasis nilai
kebajikan akan menentukan keputusan yang tidak keliru atau salah. meskipun
terkadang keputusan kita itu penuh cibir dan kritik.
Sabtu, 08 Oktober 2022
Koneksi Antarmateri Modul 2.3
Coaching untuk Supervisi Akademik
Bagaimana peran Anda
sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan
materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan
pembelajaran sosial dan emosi?
Peran saya sebagai coach di sekolah masih sebagai penuntun bagi murid-murid saya. Namun, belumlah menjadi coach yang mampu menggali penuh ide murid dengan pertanyaan berbobot. Perlu latihan dan belajar dengan kesadaran penuh. Selama ini kemampuan masih dalam posisi mengarahkan dengan memberi solusi, belum maksimal menggali potensi murid, padahal potensi mereka sungguh luar biasa. Untuk bermitra dengan murid dan warga sekolah lain, insya Allah saya selalu menjaganya, menjaga kesetaraan. Mencoba berbagi pengalaman. Mengembangkan kompetensi murid, rekan sejawat dengan percakapan dua arah dengan proses coaching. Jika dengan murid secara individual ataupun klasikal. Akhir dari coaching baik dengan guru, rekan sejawat atau warga sekolah lain, selalu mencoba langkah rencana aksi apa yang akan dilakukan.
Misalnya terkait dengan mata pelajaran yang saya ampu, Bahasa Indonesia ketika murid kesulitan menulis laporan pengamatan lingkungan sekitar. Ketika pelaksanaan pembelajaran secara klasikal saya akan menanyakan tujuan pembicaraan. Kemudian saya akan menggali pengalaman yang pernah dilakukan di jenjang SMP dengan pertanyaan berbobot. Murid akan menanggapi beragam dan banyak usulan-usulan. Saat inilah proses coaching terjadi lebih mendalam lagi dengan melanjutkan dengan rencana aksi menulis dengan latihan kalimat berantai oleh mereka. Hingga mereka mampu untuk mempertanggung jawabkan hasil rangkaian kalimat menjadi contoh sebuah laporan pengamatan (meskipun singkat).
Sebagai coach bagi rekan sejawat biasanya ini terkait dengan kendala yang dialami saat pembelajaran atau kegiatan sekolah. Biasanya akan ada percakapan yang mengalir, meskipun sesekali muncul solusi dari saya, ini belumlah bisa dielak. Namun setelah mempelajari Modul 2.3 ini insya Allah akan terus belajar tidak akan memberikan solusi saat melakukan coaching dengan rekan sejawat atau warga sekolah lain. Mendorong mereka sendiri yang menemukan ide dan solusi adalah hal menarik sebagai sebuah pembelajaran coaching. dengan demikian proses latihan sebagai coach yang baik akan terus dikembangkan.
Kaitan proses Coaching
dengan pembelajaran berdiferensiasi
Pendidik sebagai “Pamong” memberikan kebebasan pada muridnya. Meskipun
demikian, Pamong harus memberikan tuntunan dan arahan agar anak tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan
‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga
secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan
anak lain. Apalagi kita meyakini bahwa setiap anak itu unik dan beragam. Maka
pendidik harus memikirkan bagaimana memberikan layanan pendidikan yang
memungkinkan. Fakta bahwa murid-murid kita memiliki karakteristik yang beragam,
dengan keunikan, kekuatan dan kebutuhan belajar yang berbeda, tentunya perlu
direspon dengan tepat.
Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk merespon karakteristik
murid-murid yang beragam ini adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran
berdiferensiasi. Bagaimana coaching diimplementasikan dalam pembelajaran berdeferensiasi?
Dalam proses menuntun murid guru melakukan proses pembelajaran dengan
menstimulusi pemikiran murid dan memberdayakan potensi yang ada pada murid
dengan proses kreatif. Guru sebagai coach membantu muridnya untuk belajar
daripada mengajarinya. Coach yang baik akan mengidentifikasi terlebih dahulu
kebutuhan muridnya. Memahami, membangun kesadaran secara kontinyu kekuatan dan
kelemahan muridnya. Mengamati dan menilai kesiapan belajar, minat, dan profil
belajar muridnya. Berkaitan dengan kekuatan dan potensi yang dimiliki muridnya, guru
sebagai coach akan menggunakan metode dan strategi untuk menggali kemampuan
diri murid agar mampu menyelesaikan atau menemukan solusi masalahnya. Langkah yang
diambil guru sebagai coach adalah menetapkan tujuan, mengidentifikasi masalah
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berbobot yang akan menggali kekuatan
potensi murid. Setelah itu murid akan mencoba membuat rencana aksi dengan
mmberdayakan kekuatan hingga mampu membuat komitmen yang tanggung jawab.
Kaitan proses Coaching
dengan pembelajaran sosial dan emosi
Selaras dengan tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, tugas pendidik adalah menumbuhkan motivasi murid untuk memiliki perhatian yang berkualitas dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna. Guru merencanakan secara sadar pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya). Pengintegrasian coaching dalam pembelajaran social emosional (PSE) terlihat ketika ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah (dimensi kreatif) diperlukan juga kemampuan bernalar kritis untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri dngan keterampilan berelasi yang dimiliki sehingga mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Melihat kondisi
sosial emosional murid melalui proses coaching akan menciptakan lingkungan
belajar aman dan menyenangkan. Sikap saling percaya akan menumbuhkan rasa aman,
nyaman, bagi murid dalam mengekspresikannya. Coaching membantu murid untuk
berani bertanya, mencari tahu, berpendapat, mencoba, berkolaborasi, sehingga mereka
memiliki kesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya secara lebih optimal.
Proses coaching memancing murid untuk membantu murid menemukan jati diri dan
mengembangkan potensi melalui pengajaran eksplisit, terintegrasi dalam konten
dan strategi terkait dengan perencanaan proses dan pelaksanaan proses
pembelajaran.
Bagaimana keterkaitan
keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai
pemimpin pembelajaran
Sebagai pemimpin
pembelajaran, guru menjadi pemimpin yang menaruh perhatian penuh secara sengaja
pada komponen pembelajaran, seperti kurikulum (intra, ekstra, dan ko-kurikuler), proses belajar-mengajar, refleksi dan asesmen yang otentik dan
efektif, pengembangan guru, pemberdayaan dan pelibatan komunitas yang
kesemuanya mendorong terwujudnya wellbeing (kondisi yang berpihak pada
murid) dalam ekosistem pendidikan di
sekolah. Guru menciptakan kondisi yang nyaman untuk belajar sesuai dengan
kebutuhan murid. Lingkungan belajar di sekolah memungkinkan anak untuk
mendapatkan manfaat maksimal dari belajar. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru
berperan besar dalam membuat lingkungan sekolah yang aman, nyaman,
menyenangkan, tetapi tetap menantang, dan relevan untuk para muridnya. Orintasinya
adalah untuk kepentingan tumbuh, kembang, dan mekarnya murid.
Keterkaitan keterampilan coaching dengan
pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran sangat bertalian erat. Paradigma berpikir coaching (focus pada coachee,
terbuka dan ingin tahu, kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang
baru dan masa depan merupakan proses memberdayakan murid. Prinsip dan
pelaksanaan coaching dimaksudkan untuk pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk mewujudkan kesemuanya melalui percakapan coaching
dengan pendekatan TIRTA. Yaitu dengan menetapkan tujuan, menggali dan
mengidentifikasi hal yang dibicarakan, rencana aksi, dan tanggung jawab
(komitmen) dari hasil proses coaching tadi. Alur TITRA memfasilitasi rekan
sejawat juga agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi untuk membuat
keputusan yang bijak dan mandiri
Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
Coaching. Tidak
terpikir sama sekali oleh saya, bahwa pembelajaran ini akan semenarik ini.
Sepengetahuan saya yang namanya Coach itu hanya terimplementasi di bidang
keolahragaan saja. Dan ternyata. Masya Allah, pembelajaran coaching ini membangunkan
saya dari pola pikir dan pembelajaran saya yang selama ini sebagai “pemberi
solusi” ke murid, ke rekan sejawat, atau ke orang lain. Sebuah paradigma
menggali potensi, kelebihan seseorang dengan umpan yang kita lempar.
Benar-benar pembelajaran yang menyenangkan. Praktik coaching yang asyik
seolah-olah saya memang benar-benar seorang coach yang dibutuhkan oleh coachee
ketika menyampaikan keluhan/masalah. Tidak mudah ternyata, saya harus banyak
referensi, pengalaman, literasi bagaimana menjadi coach yang mampu menggali
kekuatan, potensi, daya juang si coachee.
Di sekolah,
di rumah dengan tetangga tak dapat dielak ketika secara tak sadar proses
mengcoaching itu terkadang saya lakukan dengan teman yang menumpahkan
unek-uneknya. Hanya saja penyelesaiannya masih di saya, artinya coaching saya
itu bukan coaching, tetapi curhatan. Sebab saya masih terfokus pada situasinya.
Saya masih menjadi pemberi solusi, meskipun sesekali saya bertanya “Lha terus
koe pie? (Lha terus kamu bagaimana). Si coachee pun ngalir saja menjawabnya. Setelah
mempelajari modul ini, dengan paradigm dan prinsip Coaching yang dipadukan
dengan RASA dan pendekatan TIRTA, lalu praktik langsung dengan teman CGP,
mendengar secara aktif curhatan Bu Nia (coachee), bertanya dengan menyusun
pancingan yang pas untuk menggali potensi coachee itu tidak mudah. Tidak
segampang seperti ketika saya mengomentari curhatan emak-emak. Masya Allah,
ikut mengalir, ikut turut larut bersama coachee, jujur saya terkadang masih
hanyut ke cerita coachee. Dan lagi-lagi teori coaching mempertegas, fokus,
fokus, dan kembali fokus pada coachee yang akan dikembangkan. Seperti disentil
jika ingat “Maaf, ini bukan curhatan,
Bapak/Ibu…”(Pesan Bapak TriReko, Instruktur kami). Itu akan saya jadikan
dayung kuat sehingga akan mengendalikan arah ketika air sudah mengalir.
Hal baik
lain yang diperoleh dari modul 2.3 ini memberikan pembelajaran yang sangat luar
biasa bagi saya bagaimana memahami bahwa “seseorang
itu sesungguhnya memiliki daya/kekuatan, potensi, dirinya mampu sendiri untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya”. Ini adalah titik fokus
pembelajaran “Coaching” ini. Fokus pada
coachee yang harus dikembangkan, bukan pada situasinya. Menyusun pertanyaan
yang menggali ide, memancing coachee untuk menemukan alternatif itu tidaklah mudah. Ini menjadi PR bagi saya,
akhirnya saya kembali teringat dengan Tayangan “Kick Andy” di Metro
TV. Sepertinya saya harus melenggang ke sana untuk menikmati cara Andi F. Noya
mengumpan pertanyaan. Yang pasti literasi, baik buku ataupun digital.
Setelah
berpraktik menjadi Coach, saya juga belajar berkolaborasi dengan rekan CGP
dengan peran pengamat (supervisor). Sebenarnya posisinya ini lebih dari Coach,
sebab yang diamati adalah proses coachingnya. Meskipun sebagai supervisor ada
rubriknya, Bagaimana mempraktikkan saat praobservasi, lalu obserasi, dan
memberikan umpan balik (pascaobserasi). Itu bukan perkara mudah. Lagi-lagi saya
merasa masih sangat jauh dan harus banyak belajar. Seperti, membenahi berbahasa
saya agar mudah ditangkap atau dipahami oleh coach, ataupun coachee. Lalu,
mengurangi latah “/e/” yang selalu muncul di diri saya ketika berbicara.
“Ketika
praktik menjadi pengamat, saya harus menyimak (coaching Bu Nia dan Pak Zaky),
pasti sedikit grogi, sebab teman-teman CGP ini kemampuannya di atas saya.
Hihihi… Nervous deh. Namun, saya harus belajar agar bisa. Maka ketika menyimak
coaching mereka membuat saya harus benar-benar mendengarkan seksama. Mungkin
lebih dari coach yang harus mendengar aktif kali ya. Sebab saya harus belajar berbincang
dahulu sebelum praktik caching dilakukan. Lalu mengobservasi proses coaching,
dan memberikan umpan balik (pascacoaching). Dalam proses membuat
catatan-catatan saat coaching ini harus akurat sesuai data, fakta yang saya
dengan, memberikan umpan balik dengan menunjukkan hal-hal baik/positif dari si
coach (Bu Nia) yang kebetulan memang
sudah bagus menurut saya. Jadi, intinya, supervisor itu tidaklah menakutkan. Paradigma
supervisor itu menakutkan harus kita buang jauh. Di sini saya belajar
memperbaiki diri merefleksi diri untuk tidak menemukan kekurangan orang lain,
tetapi belajar bahwa orang lain itu sesungguhnya memiliki kelebihan yang harus
dimunculkan dan diberitahukan ke yang bersangkutan.
Benang merah
yang dapat saya tarik adalah Modul 2.3 membelajarkan tentang Coaching dengan
memperhatikan paradigma dan prinsip coaching, yang disandingkan melalui
pendekatan RASA dan TIRTA. Pasti kendala akan terkendali. Hambatan akan
terselesaikan. Dari siapa? dari kita sendiri. Selain itu modul ini juga
membelajarkan praktik baik bagaimana menjadi pengamat (supervisor) untuk
supervisi akademik dengan teknik coaching. Hal baru yang membuat diri saya
paham bahwa supervisi itu bukan menghakimi, bukan mengorek kekurangan. Jika
supervisor mengerti ini pasti supervisi akan nikmat. Senikmat ketika saya sudah
menyeruput kopi dengan sedikit gula.
Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
Pembelajaran
coaching untuk supervisi akademik ini benar-benar pembelajaran bagaimana saya
sebagai pendidik harus berusaha menggali potensi yang dimiliki murid, rekan
sejawat, atau warga sekolah ketika mereka mengalami masalah, lalu
berkeluh-kesah kepada kita. Dahulu ketika kita mendengarkan apa yang teman atau
murid curhatkan atau sampaikan kepada kita, maka kita akan tergesa memberikan solusi
yang kita anggap terbaik. Namun, ternyata menggali potensi yang dimiliki rekan
atau murid itu sendiri jauh lebih solutif
ketika mereka mampu menghadapi kendala tersebut dengan solusi yang
mereka temukan sendiri dengan ide kreatif yang diberdayakan. Jangan memberi
tetapi bongkarlah apa yang ada pada diri murid-murid kita, sebab mereka
memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Murid-murid adalah pribadi-pribadi
hebat yang dengan satu atau beberapa sentuhan maka akan terpancar kekuatan itu
menjadi alternatif mereka sendiri.
Rekan
sejawat, mereka adalah penuntun yang hebat-hebat dengan kompetensi yang
dimiliki, saya pun meyakini bahwa setiap kendala yang dihadapi mereka
sesungguhnya mampu menyelesaikannya, hanya saja memang butuh teman untuk
menggalinya. Dengan pembelajaran coaching ini, insya Allah akan saya
implementasikan dalam praktik pembelajaran ketika menghadapi hambatan baik dari
murid, rekan sejawat, warga sekolah, atau lingkungan.
Lantas bagaimana keterkaitannya dengan pengalaman belajar dengan murid? Saya
mencoba terus menggali apa yang dimiliki murid saya ketika secara klasikal
dalam diskusi mereka menanyakan hal yang menjad kendala dalam memahami materi
yang diajarkan. Di sinilah saya mulai belajar menggali potensi murid dengan
memberikan pertanyaan berbobot terkait materi yang belum dipahami dengan
memberikan pertanyaan balik kepada murid-murid, lalu biasanya akan ada yang
mengusulkan bagaimana jika begini, bagaimana jika begitu. Dari sinilah, saya
mencoba sesekali memancing kembali hingga murid memunculkan solusi jawaban atau
alternatif lain untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Hingga nanti mereka
akan bertanggung jawab dengan rencan aksi yang akan dilakukan dengan penuh
komitmen.
Tantangan terkait implementasi dengan konteks asal adalah hal unik dan
menarik. Budaya Jawa sering mempempengaruhi bagaimana saya mendekati, mencoba
membangun kemitraan dengan murid ataupun dengan rekan sejawat. Sementara saya
mengimplementasikan di sekolah yang notabene murid dan rekan saya beragam,
berbhineka. Terkadang saya sering keceplosan memanggil “Nduk” atau “Le” baik ke
murid atau rekan guru. Maksud saya membangun mitra agar lebih dekat, tetapi
terkadan murid saya yang asli penduduk Jambi, Pamenang, tidak pamah, dan hanya
tersenyum. Sesekali saya harus menjelaskan. Atau terkadang saya juga memberikan
kelakar Bahasa Jawa, yang membuat murid saya diam saja, padahal Bahasa yang
saya gunakan sangat lucu. Oleh karena mereka tidak paham, akhirnya saya dan
anak-anak Jawa saja yang tertawa, yang asli Jambi terdiam. Inilah yang masih
menjadi “latah”saya. Alternatif dari yang saya coba
adalah, meminta murid lain untuk mengartikan kata-kata (Jawa) yang saya
ucapkan. Secepatnya saya akan meminta maaf dan memberikan klarifikasi mengapa
saya terkadang menggunakan kata atau Bahasa Jawa agar mereka tidak salah arti.
Tantangan lain terkait dengan rekan sejawat adalah sama seperti ke murid
yaitu kebhinekaan tadi. Sekolah kami beragam suku. Maka memahami rekan dengan
hadir secara utuh saat mendengarkan keluh kesah (masalah pribadi). Saya pun
mencoba bertanya untuk menemukan apa kekuatan yang dimiliki rekan saya ini.
Meski ujungnya, rekan akan ngotot dengan solusi yang dia anggap baik (tidak
dapat diubah keputusannya) maka saya akan menanyakan siapkah dengan segala
konsekuensinya? Harapan saya dia akan benar-benar memikirkan solusi yang lebih
bijak. Lain rekan satu, lain pula rekan yang lain. Nah ini terjadi ketika kami
menjadi satu tim akreditasi, sebuah tantangan besar menghadang, ketika dua
rekan koordinator yang memegang mutu lulusan dan mutu proses pembelajaran tidak
dapat mendampingi bahkan terkesan melepaskan tanggung jawab yang diamanahkan.
Maka saya membicarakan dengan rekan sekretaris, mirip coaching. Sebab
sekretaris mengeluh dengan kelakuan dua rekan koordinator tadi. Dari solusi
yang ditawarkan rekan sekretaris (coachee) Alhamdulillah kendala tersebut
menyingkir alias terselesaikan. Intinya adalah teknik coaching dengan
kematangan dan kejernihan berpikir akan melahirkan jurus-jurus jitu yang diluar
dugaan.
Membuat Keterhubungan
Dahulu ketika murid atau rekan
berkeluh kesah menyampaikan masalah ke saya, maka respon saya berupa solusi
yang jika dipakai silahkan, tidak ya tidak masalah. Saya berpikir bahwa mereka
membutuhkan solusi dari saya. Saya cenderung mencari sisi lemah atau kurangnya murid
atau rekan. Tidak terpikir bahwa mereka memiliki potensi besar untuk mengatasi
masalah mereka sendiri. Untuk proses menyimaknya atau mendengar, sama, saya
akan mendengarkan aktif secara seksama. Saya belum memahami bahwa saya harus
menggali kekuatan apa yang dimiliki rekan atau murid saya. Saya cenderung
langsung memberikan solusi. Padahal ini tidak dibenarkan. Paradigma dan prinsip
Coaching dengan RASA dan TIRTA membuka wawasan dan cara berpikir positif saya
ke murid dan rekan, atau bahkan orang lain di sekitar saya. Coaching membuat
saya malu ketika berefleksi ke belakang, betapa saya ini apa, betapa saya
adalah seseorang yang merasa “ini lho saya” astagfirullahaladzim. Semoga murid
saya dan rekan atau orang-orang di sekitar saya memaafkan kealfaan saya.
Tak ada yang akan saya sia-kan setelah
belajar di CGP ini apalagi belajar dari Modul 2.3 ini. Menghargai murid, rekan,
dan orang lain dengan banyak potensi mereka, adalah langkah yang harus
selekasnya saya aktualisasikan baik di sekolah maupun di lingkungan tempat
tinggal saya. Insya Allah setelah memahami modul ini dari awal, praktik itu
mulai berjalan meskipun lamban sebab hambatan itu sesekali saja menghadang.
Praktik baik yang saya lakukan di Modul 2.2 Pembelajaran untuk Memenihu
Kebutuhan Murid adalah memahami profil belajar murid dengan deferensiasi
produk, maka murid-murid saya benar-benar membuat produk/tugas sesuai dengan
keinginan mereka. Ada yang membuat voice note, laporan canva, upload tulisan di
instagram, membuat video https://youtu.be/SKWODeF4DQ0
Praktik baik modul 2.1. Pembelajaran
Sosial-Emosional, mindfulness (https://youtu.be/UhcOpWwkh8U)
mereka murid-murid saya yang butuh kesiapan dalam belajar. Sebab kala itu secara
tidak terduga terjadi pertengkaran di luar kelas (kelas lain, bukan kelas yang
saya ajar, siang itu) dan mereka sempat melihatnya. Lalu saya mencoba melerai,
setelahnya saya kembali ke kelas, tetapi saya mencoba memusatkan perhatian
murid-murid dengan mindfulness terlebih dahulu agar mereka terfokus ke
pembelajaran bukan ke pertengkaran. Dan akhirnya mereka siap belajar.
Membaca
resensi dari Buku “Leader
as a Coach - Prinsip Dasar
Kepemimpinan Efektif di Era Disruptif”By Rudy Efendy
pada laman https://pimtar.id/books/leader-as-a-coach/8705f29281c65969970420820?page=4
membuat saya menggaris-bawahi dan
menambah keyakinan dan wawasan saya
bahwa Coaching membantu coachee
untuk memunculkan potensi terbaik mereka
dengan cara menyingkirkan hal-hal
yang mengganggu seperti mental block, kurang percaya diri dan masalah
psikologis lainnya. Coaching tidak
hanya sebatas urusan profesional atau pekerjaan,
melainkan juga urusan personal karena bisa jadi masalah personal-lah yang
menghambat kinerja dan potensi
mereka. (Diakses, 10 Oktober 2022). Kutipan yang saya cetak tebal
akan menjadikan hal penting yang harus saya jadikan indikator mengapa coaching
itu penting. Bagaimana membangun pertanyaan yang berbobot ternyata link di atas memberikan beberapa pencerahan. Yaitu
dengan bottom
lining (mempertegas
topik/agenda), acknowledging (menyampaikan apa adanya), interrupting (menginterupsi), challenging (menantang), requesting ( meminta melakukan sesuatu), articulating (menyuarakan isi pikiran dengan jelas), reframing (membantu coachee melihat sesuatu dari sudut pandang
berbeda), dan methapor (menggambarkan situasi).
Akhirnya saya sedikit tambah mengerti bagaimana membuat
pertanyaan berbobot itu. Simpulan akhir adalah bahwa seorang pendidik harus memiliki
kemampuan leadership pada murid rekan sejawat, lingkungan. Tidak mesti hanya di
perusahaan saja seorang leadership itu ada.
“ Before you
are a leader, success is all about growing yourself. When you become a leader,
success is all about growing others.”(Jack Welch)