Minggu, 15 Oktober 2023






Kalian dalam Sebuah Episode

Karya: Dewicalli


Menatap pada jiwa yang masih mempupuk tanya
Kuurai benang kusut yang semerawut
Dengan sedikit Kacau
Pada kodrat yang tertera dari pembawaan pada
Laku di kala sesiang
Lalu kugiring dengan tali rasa
Menempa dengan kaca pada sang
Pamongnya
Berpagut gayut tanpa menukil luka
Pada angin kita bersenda dalam meniti penuh
Kebebasan
Tanpa memenjarakan di kotak tak
Bertuan
Anakku yang masih
Kelabu
Bersukalah dalam karyamu
Bermanjalah dengan alam dan abadmu
Berpaut pada arus yang sengaja kugiring
Kuiiring dalam sebuah perjanjian
Anakku yang mulai mengikis kelabu
Berontaklah berlarilah bersamaku
Merajut dalam menata laku dan
Pekertimu
Jangan kau kurung suaramu kala kita berpesta dibincang
Penghantar
Di tengah hari
Jangan kau lipat 
Tanganmu saat kita memilin lidi menjadi
Bilah sapu Anakku
Jangan kau pasung ragamu
Pada kamar kayu seperti kala
Dulu
Kini kita mainkan nada-
Nada ilmu pada
laras-laras lagu Anakku
Senandungmu pertanda bahagiamu
Ada 
bersamaku










Kamis, 02 Februari 2023


1740 itu kapan ya? "Jaman ipong" itu kata Embah artinya jaman duluuuuu sekaliiiii karena kita ga akan pernah nyium baunya. Apalagi menerka berapa harikah meniti ke sononya.
Mau tau Kaili cantiknya kaya Apa? Keizer itu ala-ala K-POP_kah?
Gimana pergolakan. Perebutan kekuasaan.
Intip ke https://kbm.id/ terus sematkan nick @dewicalli. Gratis kok,, 😍 sebab masih sekelumit saja. 😍😍

Selasa, 01 November 2022

 Teks Eksposisi




Eksposisi secara etimologi berasal dari bahasa latin exposition yang artinya membuka atau memulai. Teks eksposisi digunakan untuk menyampaikan pendapat mengenai suatu permasalahan dengan hi i am the legend pengetahuan dan wawasan pembaca (https://id.wikipedia.org/wiki/Eksposisi)


Teks eksposisi sebenarnya adalah jenis teks nonfiksi yang berisi tentang penjelasan dari suatu informasi atau pengetahuan. Teks eksposisi sendiri ditulis berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi. Selain itu, teks ini menyajikan informasi dengan padat, jelas, singkat, dan tentunya akurat. Informasi yang disajikan juga harus sesuai dengan 5W + 1H atau lebih dikenal ADIK SIMBA, mulai dari apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, hingga bagaimana (https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-teks-eksposisi/)

Jadi Pengertian dari teks eksposisi adalah sebuah tulisan yang menjelaskan atau menguraikan suatu ide, pokok pikiran, pendapat, informasi, maupun pengetahuan pembaca tanpa bermaksud memengaruhi. Tujuannya untuk memerluas pengetahuan pembaca.


Struktur

  • Tesis (thesis) adalah pembuka karangan yang berisi sudut pandang penulis terhadap topik bahasan. Tesis ini berisi teori yang dibahas atau sebuah hasil analisis yang nantinya akan diperkuat argumen.
  • Argumentasi (argument) adalah alasan yang diperkuat dengan bukti-bukti kuat dalam rangka memperkuat argumentasi yang berbentuk pendapat para ahli, hasil penelitian, atau pernyataan yang berdasar referensi yang kredibel.
  • Penegasan ulang (resteatment of thesis) adalah bagian akhir yang menjadi simpulan paragraf serta menegaskan kembali tesis dan argumentasi (https://id.wikipedia.org/wiki/Eksposisi)



Perbedaan Eksposisi dengan Teks Lain (Argumentasi)
Eksposisi:
  • bertujuan menerangkan atau menjelaskan sehingga pembaca mendapatkan informasi secara jelas. 
  • contoh, grafik, bukti digunakan untuk menjelaskan suatu hal yang sedang dibahas
  • penutup berupa penegasan kembali atas pemaparan yang telah diuraikan.


Argumentasi:

  • bertujuan memengaruhi pembaca supaya setuju dengan pendapat, keyakinan, atau sikap dari penulis.
  • contoh, grafik, data digunakan sebagai bukti
  • penutup berupa kesimpulan atas sesuatu yang telah dipaparkan atau diuraikan






Selasa, 25 Oktober 2022

 

Koneksi Antarmateri Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Universal sebagai Pemimpin
Kunti Dewi Hambawani, CGP Kab. Merangin

 

Fasilitator                : Bp. Trireko Hernando, S.Pd. M.Pd
Pengajar Praktik    : Bp. Dede Rudiana, S.Pd.


 



“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert

 

  • Dari kutipan di atas, apa kaitannya dengan proses pembelajaran yang sedang Anda pelajari saat ini?

Menurut saya mengenai padangan Bob Talbert di atas, adalah membelajarkan anak tentang ilmu pengetahuan adalah baik, benar menjadikan anak menjadi lebih mampu, lebih pintar dalam hal ilmu (pengetahuan). Namun sesungguhnya, mengajarkan murid kita tentang apa yang jauh lebih berharga lebih utama adalah yang terbaik, yaitu bagaimana laku mereka ketika menyelesaikan masalah baik dalam mengambil keputusan terbaik dari situasi yang dihadapi saat itu. Memutuskan sesuatu tidaklah mudh sebab keputusan itu adalah sesuatu yang berharga, maka dalam memutuskannya pun tidak boleh gegabah. Butuh pertimbangan apakah terpusat pada murid, dapat dipertanggung jawabkan, dan berlandaskan nilai kebajikan universal.

 

  • Bagaimana nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?

Nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita apabila dalam kenyataannya kita dapat mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, terimplementasikannya  nilai atau prinsip dalam pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada sesama, kepada lingkungan, dan kepada Allah Ta’ala. Hal tersebut dapat terlihat dari tercerminnya budaya positif dalam pengambilan keputusan misalnya, pemilu raya OSIS. Rembuk Pagelaran seni, Rapat Pelaksanan Kegiatan sekolah (Haornas, Hari pahlawan, 17 Agustus-an, dan lain-lain). Yang pasti dapat dilihat adalah adanya perubahan positif yang terjadi dilingkungan sekolah.

 

  • Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?

Pengambilan keputusan itu akan terimplementasi ketika saya dalam proses pembelajaran mampu memenuhi kebutuhan murid (kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid) secara tepat (pembelajaran berdeferensiasi). Memutuskan apakah akan dilaksanakan pembelajaran atau mundur waktunya itu penting. Saya harus memastikan murid saya siap, jika belum siap maka saya harus mengambil keputusan bagaimana agar murid saya siap belajar. Murid kita beragam, artinya mereka pasti memiliki minat dan profil belajar berbeda, maka pembelajaran tidak boleh saya memutuskan satu strategi. Pertimbangan dalam memutuskan pendekatan pembelajaran agar pelayanan tetap fokus berpusat pada murid saya juga harus diperhatikan.

 

  • Menurut Anda, apakah maksud dari kutipan ini jika dihubungkan dengan proses pembelajaran yang telah Anda alami di modul ini? Jelaskan pendapat Anda.


 Education is the art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

 

Menurut saya maksud kutipan tersebut adalah proses menuntun murid merupakan sebuah karya mencipta, menebalkan laku murid agar mampu menguasai diri  dalam bertindak sesuai kewajiban moral dan nilai-nilai kebajikan universal. Bagaimana melakukannya? Adalah dengan pembelajaran dalam pengambilan keputusan yang berdasarkan nilai kebajikan universal sehingga dapat dipertanggung jawabkan.

 

 

 

Koneksi Antarmateri Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin





 

  • Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

a.    Ing Ngarso Sung Tulodho, makna tersirat dari pratap ini adalah menjadi teladan, memimpin, contoh kebajikan, patut ditiru atau baik untuk dicontoh oleh orang lain perbuatan-kelakuan-sifat dan lain-lainnya. Artinya sebagai pemimpin pembelajaran, pendidik mampu memberikan contoh keteladan dalam memutuskan bagaimana segala sesuatu itu harus diambil secara bijak sesuai nilai kebajikan universal.

b.    Ing Madyo Mangun Karso, memberdayakan, menyemangati, membuat orang lain memiliki kekuatan, kemampuan, tenaga, akal, cara, dan sebagainya demi memperbaiki kualitas diri murid kita. Artinya menggugah semangat untuk mampu mengambil keputusan yang tepat, dapat dipertanggungjawabkan dan berlandaskan nilai kebajikan universal, meski dalam keadaan banyak aktivitas.

c.    Tut Wuri Handayani, penuntun yang baik harus mempengaruhi, memelihara, dan memprovokasi kebajikan serta kualitas positif lain agar orang lain bertumbuh dan maju. Dengan dorongan semangat yang kuat maka insya Allah sebuah keputusan akan membawa manfaat besar bagi murid.

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan? 
    N
    ilai merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan tolok ukur pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai-nilai positif dalam diri seseorang akan membantu mereka mengambil posisi ketika berhadapan dengan situasi atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dengan prinsip pengambilan berdasarkan nilai tersebut, pemimpin pembelajaran dituntut untuk mengambil keputusan yaitu “perubahan”. Memutuskan dalam mengapresiasi dan memanfaatkan asset dan sumber daya yang dimiliki. Memutuskan untuk menciptakan suasana belajar yang positif dan berkualitas bagi murid. Simpulannya karsa merupakan suatu kekuatan yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, yang kesemuanya akan berpegang pada nilai kebajikan universal

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
    Sebagai coach bagi kita peran fasilitator dalam proses pembelajaran sangat berdampak besar bagi saya khususnya, umumnya bagi CGP lainnya. Dampak itu terlihat ketika kita (CGP) ketika bagaimana harus mengambil pembelajaran, memunculkan pertanyaan-pertanyaan mendalam untuk mengakses keterampilan metakognitifnya ketika melihat dan mengevaluasi proses berpikir kita sendiri terkait belajar, pencapaian tujuan, dan pemecahan masalah. Disinilah keterampilan pengambilan yang telah dibelajarkan oleh fasilitator akan kelihatan. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul untuk menggali ide-ide yang sangat luar biasa, sehingga dalam pengambilan keputusan tidak akan gamang atau ragu, namun yakin dapat dipertanggung jawabkan, berpusat pada murid, dan sesuai nilai kebajikan universal. Tentunya semua dilakukan dengan pendekatan TIRTA berpedoman pada paradigm dan prinsip coaching akan mampu menggali segala potensi.

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
    kemampuan sosial emosional sangat terkait erat dalam pengambilan keputusan. Kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok. Untuk pengambilan keputusan khususnya masalah dilema etika maka butuh kesadaran penuh (mindfulness) menjadi dasar bagi membuat rancangan yang akan membawa kebaikan, pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai moral dan etika, memikirkan konsekuensi, memiliki rasa bertanggung jawab atas setiap keputusan yang dibuat apapun hasilnya.

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
    Kasus yang berfokus pada masalah moral dan etika akan bermuara kembali ke nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Dilemma etika, benar lawan benar ataupun bujukan moral, benar lawan salah. Seorang pendidik harus memegang teguh prinsip dan nilai yang sudah menjadi pedomannya. Apapun nilai yang didigunakan sebagai landasan pada dasarnya akan memiliki konsesuensi yang mengikutinya. Namun, semuanya tetap kembali bahwa pengambilan keputusan harus didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan, dan berpihak pada murid

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?
    Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
    Ini sangat benar. Sebuah keputusan yang tepat akan menciptakan lingkungan positif yang tercermin dari penerapan disiplin menjadi budaya positif. Suasana kondusif saling mendukung antar seluruh elemen sekolah. Murid akan merasa aman nyaman sehingga proses menuntun dapat terlaksana menuju tujuan yang diinginkan yaitu murid selamat bahagia setinggi-tingginya. Lingkungan yang aman dan nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar, membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran ini pun tercermin dalam pengambilan keputusan dalam kesepakatan keyakinan kelas.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini?
    Ada. Terkadang kita dihadapkan rasa tidak enak hati, atau “welas asih” alias tidak tega, tidak adil. Benar lawan salah, dan sebagainya. Maka kembalikan ke titik awal, sudahkah berpihak pada murid? Setelah itu bagaimana dampaknya ketika diuji dengan paradigm jangka pendek lawan jangka panjang, apakah akan memberikan berkah atau sebaliknya? Ini juga patut dipertimbangkan. Tantangan berikutnya yang tampak adalah pendidik dan murid itu beragam suku adat dan budaya. Menyatukannya untuk menjadi homogen sangat tidak bisa, maka menjaga keheterongenan ini yang terkadang menjadi dilema. Di depan kita baik, di belakang kita terkadang menghujam. Namun, yakinlah bahwa yang baik dan benar tidak akan kalah dengan yang tidak baik dan tidak benar. Tantangan berikutnya adalah jika terkendala dengan kegagalan dalam menjalankan keyakinan yang telah disepakati, artiya motivasi diri belum terpatri kuat, masih goyah. Memang ini membutuhkan suatu pembudayaan, perlahan, dan penuh kesabaran. Tantangan berikutnya faktor eksternal, di mana kebijakan yang ditetapkan sekolah terkadang masih dicari sisi lemahnya oleh segelintir oknum yang mengaku LSM dengan dalih penyalur aspirasi orang tua.

  • Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
    Ada. Dimanapun tempatnya dilema etika akan selalu menaungi. Tergantung kita dapat menyikapinya secara bijak sesuai nilai kebajikan atau tidak. Sebagai contoh, ketika berposisi menjadi individu dari sebuah warga dimana dihadapkan pada dilemma harus mengikuti kegiatan lingkungan sementara di sisi lain kewajiban tugas juga menunggu. Maka sinilah bentuk pengertian warga lain untuk mengerti posisi dan peran kita sebagai pendidik. Namun, terkadang warga lain belum memahami hal yang demikian. Mereka menyama ratakan. Disinilah pengambilan keputusan secara bijak oleh pemangku kepentingan diperlukan.

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
    Pengaruhnya adalah murid diberikan kebebasan belajar sesuai 3 kebutuhan dasar mereka sebagai individu pembelajar. Memperhatikan 3 kebutuhan dasar murid dalam proses pembelajaran adalah memberikan kebebasan mereka dalam mengeksplor minat, bakat, kesiapan belajar, profil belajar sehingga mereka akan belajar secara alami dan efisien sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Penuntun tidak cenderung mengatur dan menentukan. Biarkan murid berkembang sesuai keinginan mereka, penuntun hanya mengarahkan dan memberi jalan, tidak berhak menentukan harus lewat jalur apa, jalur mana.

    Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda? Dengan pembelajaran berdeferensiasi. Murid kita unik, beragam, kemudian memiliki kodrat alam dan kodrat zaman yang berbeda. Mereka bertumbuh, maka sebagai penuntun giringlah mereka agar bertumbuh di lahan yang tepat. Maka pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan murid adalah yang tepat dan bagaimana penuntun merespon terhadap kebutuhan tersebut. Untuk mewujudkannya penuntun harus memperhatikan bagaimana pembelajaran itu memiliki tujuan, merespon kebutuhan murid, menciptakan lingkungan belajar yang mengundang murid untuk belajar, memanajemen kelas yang efektif, penilain berkelanjutan. Pembelajaran berdeferensiasi dengan pendekatan konten (masukan-apa yang dipelajari murid), proses (bagaimana murid memahami ide), dan produk (hasil apa yang telah murid pelajari
  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
    Sangat berpengaruh, artinya ketika pemimpin pembelajaran mengambil keputusan terhadap darus dituntun seperti apa muridnya, harus bagaimana mengerahkan jalurnya, harus menuntun lakunya agar tidak terpeleset maka disinilah letah pengaruh itu muncul. Proses menuntun yang keliru akan memberikan dampak besar pun sebaliknya jika proses ngemong dan nuntun itu benar-benar berlandaskan nilai kebajikan dan berpusat pada mereka insya Allah, masa depan muridnya akan selamat dan bahagia baik sebagai individu ataupun sebagai anggota masyarakat.

  • Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? Simpulan yang dapat ditarik adalah proses pembelajaran menuntun murid tidak terlepas dari filosofi Ki Hajar Dewantara denga Pratap Trilokanya. Pembelajaranpun harus dikaitkan sengan nilai dan peran guru  sebagai penuntun. Memaksimalkan kompetensi social emosional dalam membelajarkan murid dengan kesadaran penuh. Membelajarkan sesuai dengan kebutuhan mereka yang unik dan beragam. Dengan meperhatikan kebutuhan tersebut melalui pembelajaran deferensiasi dan proses pembelajaran dengan coaching tepat maka insya Allah pengambilan keputusan harus menuntun seperti apa, harus bagaimana akan dapat terlaksana secara kolaboratif dan menghasilkan keputusan yang berpusat pada murid, dapat dipertanggung jawabkan, dan berlandaskan Nilai-nilai kebajikan universal.

  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
    dilemma etika adalah masalah-maslah yang timbul dimana kebenaran lawan kebenaran. Bujukan moral adalah masalah yang harus diputuskan benar atau salah. 4 paradigma pengambilan keputusan meliputi individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, dan jangka pendek lawan jangka panjang. Kemudian 3 prinsip pengambilan keputusan terdiri atas berbikir berbasis hasil akhir, berbikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Sementara 9 langkah pengambilan keputusan ini antara lain (1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, (2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini. (3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini. (4) Pengujian benar atau salah (5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar. (6) Melakukan Prinsip Resolusi (7). Investigasi Opsi Trilema (8) Buat Keputusan (9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan. Adakah hal di luar dugaan adalah, keputusan tidak dijalankan maksimal, akhirnya hasilnya pun tidak maksimal (perlu diantisipasi)

    Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema?
    Pernah. Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
    Ketika menjadi ketua panitia dan harus menyetujui anggaran untuk biaya transport “…” lalu dimintai persetujuan untuk megniyakan keputusan sepihak. Saya tahu ini salah, tetapi saya meng”iyakan”. Sebab alasannya tidak dapat diambil dari anggaran apapun, maka jalan satu-satunya dengan keputusan sepihak tersebut
  • Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini? Alhamdulillah, setelah mempelajari modul pengambilan keputusan ini, insya Allah yang benar akan saya katakan benar dan yang salah akan saya katakan salah. Untuk dilema etika, maka saya akan lebih berhati-hati dalam memutuskannya, sebab meskipun kedua kasus sepertinya sama-sama benar, tetapi jika dicermati secara mendalan akan menimbulkan dampak yang kurang baik di masa mendatang, ini juga patut dipertimbangkan masak-masak.

  • Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin? Sangat penting bagi keduanya baik individu ataupun pemimpin. Sebab mempelajari ilmu pengetahuan itu tidak akan rugi tidak akan membawa kesialan. Justru kebermanfaatannya akan dapat kita rasakan meski tidak serta merta, pasti perlahan dan pasti akan menikmatinya. Tidak akan ada ilmu yang sia-sia. Sebagai individu ataupun pemimpin, pembelajaran pengambilan keputusan dengan berbasis nilai kebajikan akan menentukan keputusan yang tidak keliru atau salah. meskipun terkadang keputusan kita itu penuh cibir dan kritik.








Sabtu, 08 Oktober 2022


 

Koneksi Antarmateri Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

Fasilitator                      : Bapak Trireko Hernando, S.Pd. M.Pd.
Pengajar Praktik           : Bapak Dede Rudiana, S.Pd.
CGP                              : Kunti Dewi Hambawani



Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?





            Peran saya sebagai coach di sekolah masih sebagai penuntun bagi murid-murid saya. Namun, belumlah menjadi coach yang mampu menggali penuh ide murid dengan pertanyaan berbobot. Perlu latihan dan belajar dengan kesadaran penuh. Selama ini kemampuan masih dalam posisi mengarahkan dengan memberi solusi, belum maksimal menggali potensi murid, padahal potensi mereka sungguh luar biasa. Untuk bermitra dengan murid dan warga sekolah lain, insya Allah saya selalu menjaganya, menjaga kesetaraan. Mencoba berbagi pengalaman. Mengembangkan kompetensi murid, rekan sejawat dengan percakapan dua arah dengan proses coaching. Jika dengan murid secara individual ataupun klasikal. Akhir dari coaching baik dengan guru, rekan sejawat atau warga sekolah lain, selalu mencoba langkah rencana aksi apa yang akan dilakukan. 
            Misalnya terkait dengan mata pelajaran yang saya ampu, Bahasa Indonesia ketika murid kesulitan menulis laporan pengamatan lingkungan sekitar. Ketika pelaksanaan pembelajaran secara klasikal saya akan menanyakan tujuan pembicaraan. Kemudian saya akan menggali pengalaman yang pernah dilakukan di jenjang SMP dengan pertanyaan berbobot. Murid akan menanggapi beragam dan banyak usulan-usulan. Saat inilah proses coaching terjadi lebih mendalam lagi dengan melanjutkan dengan rencana aksi menulis dengan latihan kalimat berantai oleh mereka. Hingga mereka mampu untuk mempertanggung jawabkan hasil rangkaian kalimat menjadi contoh sebuah laporan pengamatan (meskipun singkat).  
            Sebagai coach bagi rekan sejawat biasanya ini terkait dengan kendala yang dialami saat pembelajaran atau kegiatan sekolah. Biasanya akan ada percakapan yang mengalir, meskipun sesekali muncul solusi dari saya, ini belumlah bisa dielak. Namun setelah mempelajari Modul 2.3 ini insya Allah akan terus belajar tidak akan memberikan solusi saat melakukan coaching dengan rekan sejawat atau warga sekolah lain. Mendorong mereka sendiri yang menemukan ide dan solusi adalah hal menarik sebagai sebuah pembelajaran coaching. dengan  demikian proses latihan sebagai coach yang baik akan terus dikembangkan. 


Kaitan proses Coaching dengan pembelajaran berdiferensiasi


https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fpenaguruntt.com%2Ftugas-_2-1-a-9_-pembelajaran-berdiferensiasi%2F&psig=AOvVaw0QFZT6GdiRW4eS-3hBYcCr&ust=1665332234392000&source=images&cd=vfe&ved=0CAwQjRxqFwoTCLjH0JWE0foCFQAAAAAdAAAAABAJ

            Tujuan pendidikan sesuai filosofi Ki hajar Dewantara adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.

Pendidik sebagai “Pamong” memberikan kebebasan pada muridnya. Meskipun demikian, Pamong harus memberikan tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Apalagi kita meyakini bahwa setiap anak itu unik dan beragam. Maka pendidik harus memikirkan bagaimana memberikan layanan pendidikan yang memungkinkan. Fakta bahwa murid-murid kita memiliki karakteristik yang beragam, dengan keunikan, kekuatan dan kebutuhan belajar yang berbeda, tentunya perlu direspon dengan tepat.

           Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk merespon karakteristik murid-murid yang beragam ini adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi. Bagaimana coaching diimplementasikan dalam pembelajaran berdeferensiasi? Dalam proses menuntun murid guru melakukan proses pembelajaran dengan menstimulusi pemikiran murid dan memberdayakan potensi yang ada pada murid dengan proses kreatif. Guru sebagai coach membantu muridnya untuk belajar daripada mengajarinya. Coach yang baik akan mengidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan muridnya. Memahami, membangun kesadaran secara kontinyu kekuatan dan kelemahan muridnya. Mengamati dan menilai kesiapan belajar, minat, dan profil belajar muridnya.
            Berkaitan dengan kekuatan dan potensi yang dimiliki muridnya, guru sebagai coach akan menggunakan metode dan strategi untuk menggali kemampuan diri murid agar mampu menyelesaikan atau menemukan solusi masalahnya. Langkah yang diambil guru sebagai coach adalah menetapkan tujuan, mengidentifikasi masalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berbobot yang akan menggali kekuatan potensi murid. Setelah itu murid akan mencoba membuat rencana aksi dengan mmberdayakan kekuatan hingga mampu membuat komitmen yang tanggung jawab.


Selaras dengan tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, tugas pendidik adalah menumbuhkan motivasi murid untuk memiliki perhatian yang berkualitas dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna. Guru merencanakan secara sadar pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya). Pengintegrasian coaching dalam pembelajaran social emosional (PSE) terlihat ketika ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah (dimensi kreatif) diperlukan juga kemampuan bernalar kritis untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri dngan keterampilan berelasi yang dimiliki sehingga mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab. 
            Melihat kondisi sosial emosional murid melalui proses coaching akan menciptakan lingkungan belajar aman dan menyenangkan. Sikap saling percaya akan menumbuhkan rasa aman, nyaman, bagi murid dalam mengekspresikannya. Coaching membantu murid untuk berani bertanya, mencari tahu, berpendapat, mencoba, berkolaborasi, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya secara lebih optimal. Proses coaching memancing murid untuk membantu murid menemukan jati diri dan mengembangkan potensi melalui pengajaran eksplisit, terintegrasi dalam konten dan strategi terkait dengan perencanaan proses dan pelaksanaan proses pembelajaran.

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran








Sebagai pemimpin pembelajaran, guru menjadi pemimpin yang menaruh perhatian penuh secara sengaja pada komponen pembelajaran, seperti kurikulum (intra, ekstra, dan ko-kurikuler), proses belajar-mengajar, refleksi dan asesmen yang otentik dan efektif, pengembangan guru, pemberdayaan dan pelibatan komunitas yang kesemuanya mendorong terwujudnya wellbeing (kondisi yang berpihak pada murid)  dalam ekosistem pendidikan di sekolah. Guru menciptakan kondisi yang nyaman untuk belajar sesuai dengan kebutuhan murid. Lingkungan belajar di sekolah memungkinkan anak untuk mendapatkan manfaat maksimal dari belajar. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru berperan besar dalam membuat lingkungan sekolah yang aman, nyaman, menyenangkan, tetapi tetap menantang, dan relevan untuk para muridnya. Orintasinya adalah untuk kepentingan tumbuh, kembang, dan mekarnya murid.

            
Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran sangat bertalian erat. Paradigma berpikir coaching (focus pada coachee, terbuka dan ingin tahu, kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan merupakan proses memberdayakan murid. Prinsip dan pelaksanaan coaching dimaksudkan untuk pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran. Untuk mewujudkan kesemuanya melalui percakapan coaching dengan pendekatan TIRTA. Yaitu dengan menetapkan tujuan, menggali dan mengidentifikasi hal yang dibicarakan, rencana aksi, dan tanggung jawab (komitmen) dari hasil proses coaching tadi. Alur TITRA memfasilitasi rekan sejawat juga agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi untuk membuat keputusan yang bijak dan mandiri



Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar

Coaching. Tidak terpikir sama sekali oleh saya, bahwa pembelajaran ini akan semenarik ini. Sepengetahuan saya yang namanya Coach itu hanya terimplementasi di bidang keolahragaan saja. Dan ternyata. Masya Allah, pembelajaran coaching ini membangunkan saya dari pola pikir dan pembelajaran saya yang selama ini sebagai “pemberi solusi” ke murid, ke rekan sejawat, atau ke orang lain. Sebuah paradigma menggali potensi, kelebihan seseorang dengan umpan yang kita lempar. Benar-benar pembelajaran yang menyenangkan. Praktik coaching yang asyik seolah-olah saya memang benar-benar seorang coach yang dibutuhkan oleh coachee ketika menyampaikan keluhan/masalah. Tidak mudah ternyata, saya harus banyak referensi, pengalaman, literasi bagaimana menjadi coach yang mampu menggali kekuatan, potensi, daya juang si coachee. 

Di sekolah, di rumah dengan tetangga tak dapat dielak ketika secara tak sadar proses mengcoaching itu terkadang saya lakukan dengan teman yang menumpahkan unek-uneknya. Hanya saja penyelesaiannya masih di saya, artinya coaching saya itu bukan coaching, tetapi curhatan. Sebab saya masih terfokus pada situasinya. Saya masih menjadi pemberi solusi, meskipun sesekali saya bertanya “Lha terus koe pie? (Lha terus kamu bagaimana). Si coachee pun ngalir saja menjawabnya. Setelah mempelajari modul ini, dengan paradigm dan prinsip Coaching yang dipadukan dengan RASA dan pendekatan TIRTA, lalu praktik langsung dengan teman CGP, mendengar secara aktif curhatan Bu Nia (coachee), bertanya dengan menyusun pancingan yang pas untuk menggali potensi coachee itu tidak mudah. Tidak segampang seperti ketika saya mengomentari curhatan emak-emak. Masya Allah, ikut mengalir, ikut turut larut bersama coachee, jujur saya terkadang masih hanyut ke cerita coachee. Dan lagi-lagi teori coaching mempertegas, fokus, fokus, dan kembali fokus pada coachee yang akan dikembangkan. Seperti disentil jika ingat “Maaf, ini bukan curhatan, Bapak/Ibu…”(Pesan Bapak TriReko, Instruktur kami). Itu akan saya jadikan dayung kuat sehingga akan mengendalikan arah ketika air sudah mengalir. 

Hal baik lain yang diperoleh dari modul 2.3 ini memberikan pembelajaran yang sangat luar biasa bagi saya bagaimana memahami bahwa “seseorang itu sesungguhnya memiliki daya/kekuatan, potensi, dirinya mampu sendiri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya”. Ini adalah titik fokus pembelajaran “Coaching” ini. Fokus pada coachee yang harus dikembangkan, bukan pada situasinya. Menyusun pertanyaan yang menggali ide, memancing coachee untuk menemukan alternatif  itu tidaklah mudah. Ini menjadi PR bagi saya, akhirnya saya kembali teringat dengan Tayangan “Kick Andy” di Metro TV. Sepertinya saya harus melenggang ke sana untuk menikmati cara Andi F. Noya mengumpan pertanyaan. Yang pasti literasi, baik buku ataupun digital. 

Setelah berpraktik menjadi Coach, saya juga belajar berkolaborasi dengan rekan CGP dengan peran pengamat (supervisor). Sebenarnya posisinya ini lebih dari Coach, sebab yang diamati adalah proses coachingnya. Meskipun sebagai supervisor ada rubriknya, Bagaimana mempraktikkan saat praobservasi, lalu obserasi, dan memberikan umpan balik (pascaobserasi). Itu bukan perkara mudah. Lagi-lagi saya merasa masih sangat jauh dan harus banyak belajar. Seperti, membenahi berbahasa saya agar mudah ditangkap atau dipahami oleh coach, ataupun coachee. Lalu, mengurangi latah “/e/” yang selalu muncul di diri saya ketika berbicara.

“Ketika praktik menjadi pengamat, saya harus menyimak (coaching Bu Nia dan Pak Zaky), pasti sedikit grogi, sebab teman-teman CGP ini kemampuannya di atas saya. Hihihi… Nervous deh. Namun, saya harus belajar agar bisa. Maka ketika menyimak coaching mereka membuat saya harus benar-benar mendengarkan seksama. Mungkin lebih dari coach yang harus mendengar aktif kali ya. Sebab saya harus belajar berbincang dahulu sebelum praktik caching dilakukan. Lalu mengobservasi proses coaching, dan memberikan umpan balik (pascacoaching). Dalam proses membuat catatan-catatan saat coaching ini harus akurat sesuai data, fakta yang saya dengan, memberikan umpan balik dengan menunjukkan hal-hal baik/positif dari si coach (Bu Nia) yang kebetulan  memang sudah bagus menurut saya. Jadi, intinya, supervisor itu tidaklah menakutkan. Paradigma supervisor itu menakutkan harus kita buang jauh. Di sini saya belajar memperbaiki diri merefleksi diri untuk tidak menemukan kekurangan orang lain, tetapi belajar bahwa orang lain itu sesungguhnya memiliki kelebihan yang harus dimunculkan dan diberitahukan ke yang bersangkutan. 

Benang merah yang dapat saya tarik adalah Modul 2.3 membelajarkan tentang Coaching dengan memperhatikan paradigma dan prinsip coaching, yang disandingkan melalui pendekatan RASA dan TIRTA. Pasti kendala akan terkendali. Hambatan akan terselesaikan. Dari siapa? dari kita sendiri. Selain itu modul ini juga membelajarkan praktik baik bagaimana menjadi pengamat (supervisor) untuk supervisi akademik dengan teknik coaching. Hal baru yang membuat diri saya paham bahwa supervisi itu bukan menghakimi, bukan mengorek kekurangan. Jika supervisor mengerti ini pasti supervisi akan nikmat. Senikmat ketika saya sudah menyeruput kopi dengan sedikit gula. 

Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP

Pembelajaran coaching untuk supervisi akademik ini benar-benar pembelajaran bagaimana saya sebagai pendidik harus berusaha menggali potensi yang dimiliki murid, rekan sejawat, atau warga sekolah ketika mereka mengalami masalah, lalu berkeluh-kesah kepada kita. Dahulu ketika kita mendengarkan apa yang teman atau murid curhatkan atau sampaikan kepada kita, maka kita akan tergesa memberikan solusi yang kita anggap terbaik. Namun, ternyata menggali potensi yang dimiliki rekan atau murid itu sendiri jauh lebih solutif  ketika mereka mampu menghadapi kendala tersebut dengan solusi yang mereka temukan sendiri dengan ide kreatif yang diberdayakan. Jangan memberi tetapi bongkarlah apa yang ada pada diri murid-murid kita, sebab mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Murid-murid adalah pribadi-pribadi hebat yang dengan satu atau beberapa sentuhan maka akan terpancar kekuatan itu menjadi alternatif mereka sendiri. 

Rekan sejawat, mereka adalah penuntun yang hebat-hebat dengan kompetensi yang dimiliki, saya pun meyakini bahwa setiap kendala yang dihadapi mereka sesungguhnya mampu menyelesaikannya, hanya saja memang butuh teman untuk menggalinya. Dengan pembelajaran coaching ini, insya Allah akan saya implementasikan dalam praktik pembelajaran ketika menghadapi hambatan baik dari murid, rekan sejawat, warga sekolah, atau lingkungan.
Lantas bagaimana keterkaitannya dengan pengalaman belajar dengan murid? Saya mencoba terus menggali apa yang dimiliki murid saya ketika secara klasikal dalam diskusi mereka menanyakan hal yang menjad kendala dalam memahami materi yang diajarkan. Di sinilah saya mulai belajar menggali potensi murid dengan memberikan pertanyaan berbobot terkait materi yang belum dipahami dengan memberikan pertanyaan balik kepada murid-murid, lalu biasanya akan ada yang mengusulkan bagaimana jika begini, bagaimana jika begitu. Dari sinilah, saya mencoba sesekali memancing kembali hingga murid memunculkan solusi jawaban atau alternatif lain untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Hingga nanti mereka akan bertanggung jawab dengan rencan aksi yang akan dilakukan dengan penuh komitmen.

Tantangan terkait implementasi dengan konteks asal adalah hal unik dan menarik. Budaya Jawa sering mempempengaruhi bagaimana saya mendekati, mencoba membangun kemitraan dengan murid ataupun dengan rekan sejawat. Sementara saya mengimplementasikan di sekolah yang notabene murid dan rekan saya beragam, berbhineka. Terkadang saya sering keceplosan memanggil “Nduk” atau “Le” baik ke murid atau rekan guru. Maksud saya membangun mitra agar lebih dekat, tetapi terkadan murid saya yang asli penduduk Jambi, Pamenang, tidak pamah, dan hanya tersenyum. Sesekali saya harus menjelaskan. Atau terkadang saya juga memberikan kelakar Bahasa Jawa, yang membuat murid saya diam saja, padahal Bahasa yang saya gunakan sangat lucu. Oleh karena mereka tidak paham, akhirnya saya dan anak-anak Jawa saja yang tertawa, yang asli Jambi terdiam. Inilah yang masih menjadi “latah”saya. Alternatif dari yang saya coba adalah, meminta murid lain untuk mengartikan kata-kata (Jawa) yang saya ucapkan. Secepatnya saya akan meminta maaf dan memberikan klarifikasi mengapa saya terkadang menggunakan kata atau Bahasa Jawa agar mereka tidak salah arti.

Tantangan lain terkait dengan rekan sejawat adalah sama seperti ke murid yaitu kebhinekaan tadi. Sekolah kami beragam suku. Maka memahami rekan dengan hadir secara utuh saat mendengarkan keluh kesah (masalah pribadi). Saya pun mencoba bertanya untuk menemukan apa kekuatan yang dimiliki rekan saya ini. Meski ujungnya, rekan akan ngotot dengan solusi yang dia anggap baik (tidak dapat diubah keputusannya) maka saya akan menanyakan siapkah dengan segala konsekuensinya? Harapan saya dia akan benar-benar memikirkan solusi yang lebih bijak. Lain rekan satu, lain pula rekan yang lain. Nah ini terjadi ketika kami menjadi satu tim akreditasi, sebuah tantangan besar menghadang, ketika dua rekan koordinator yang memegang mutu lulusan dan mutu proses pembelajaran tidak dapat mendampingi bahkan terkesan melepaskan tanggung jawab yang diamanahkan. Maka saya membicarakan dengan rekan sekretaris, mirip coaching. Sebab sekretaris mengeluh dengan kelakuan dua rekan koordinator tadi. Dari solusi yang ditawarkan rekan sekretaris (coachee) Alhamdulillah kendala tersebut menyingkir alias terselesaikan. Intinya adalah teknik coaching dengan kematangan dan kejernihan berpikir akan melahirkan jurus-jurus jitu yang diluar dugaan.

Membuat Keterhubungan

Dahulu ketika murid atau rekan berkeluh kesah menyampaikan masalah ke saya, maka respon saya berupa solusi yang jika dipakai silahkan, tidak ya tidak masalah. Saya berpikir bahwa mereka membutuhkan solusi dari saya. Saya cenderung mencari sisi lemah atau kurangnya murid atau rekan. Tidak terpikir bahwa mereka memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah mereka sendiri. Untuk proses menyimaknya atau mendengar, sama, saya akan mendengarkan aktif secara seksama. Saya belum memahami bahwa saya harus menggali kekuatan apa yang dimiliki rekan atau murid saya. Saya cenderung langsung memberikan solusi. Padahal ini tidak dibenarkan. Paradigma dan prinsip Coaching dengan RASA dan TIRTA membuka wawasan dan cara berpikir positif saya ke murid dan rekan, atau bahkan orang lain di sekitar saya. Coaching membuat saya malu ketika berefleksi ke belakang, betapa saya ini apa, betapa saya adalah seseorang yang merasa “ini lho saya” astagfirullahaladzim. Semoga murid saya dan rekan atau orang-orang di sekitar saya memaafkan kealfaan saya. 

Tak ada yang akan saya sia-kan setelah belajar di CGP ini apalagi belajar dari Modul 2.3 ini. Menghargai murid, rekan, dan orang lain dengan banyak potensi mereka, adalah langkah yang harus selekasnya saya aktualisasikan baik di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal saya. Insya Allah setelah memahami modul ini dari awal, praktik itu mulai berjalan meskipun lamban sebab hambatan itu sesekali saja menghadang. Praktik baik yang saya lakukan di Modul 2.2 Pembelajaran untuk Memenihu Kebutuhan Murid adalah memahami profil belajar murid dengan deferensiasi produk, maka murid-murid saya benar-benar membuat produk/tugas sesuai dengan keinginan mereka. Ada yang membuat voice note, laporan canva, upload tulisan di instagram, membuat video https://youtu.be/SKWODeF4DQ0



Praktik baik modul 2.1. Pembelajaran Sosial-Emosional, mindfulness (https://youtu.be/UhcOpWwkh8U) mereka murid-murid saya yang butuh kesiapan dalam belajar. Sebab kala itu secara tidak terduga terjadi pertengkaran di luar kelas (kelas lain, bukan kelas yang saya ajar, siang itu) dan mereka sempat melihatnya. Lalu saya mencoba melerai, setelahnya saya kembali ke kelas, tetapi saya mencoba memusatkan perhatian murid-murid dengan mindfulness terlebih dahulu agar mereka terfokus ke pembelajaran bukan ke pertengkaran. Dan akhirnya mereka siap belajar. 



Membaca resensi dari Buku “Leader as a Coach - Prinsip Dasar Kepemimpinan Efektif di Era Disruptif” By Rudy Efendy pada laman  https://pimtar.id/books/leader-as-a-coach/8705f29281c65969970420820?page=4  membuat saya menggaris-bawahi dan menambah keyakinan dan wawasan  saya bahwa Coaching membantu coachee  untuk memunculkan potensi terbaik mereka dengan cara menyingkirkan hal-hal yang mengganggu seperti mental block, kurang percaya diri dan masalah psikologis lainnya. Coaching tidak hanya sebatas urusan profesional atau pekerjaan, melainkan juga urusan personal karena bisa jadi masalah personal-lah yang menghambat kinerja dan potensi mereka. (Diakses, 10 Oktober 2022). Kutipan yang saya cetak tebal akan menjadikan hal penting yang harus saya jadikan indikator mengapa coaching itu penting. Bagaimana membangun pertanyaan yang berbobot ternyata  link di atas memberikan beberapa pencerahan. Yaitu dengan bottom lining (mempertegas topik/agenda), acknowledging (menyampaikan apa adanya), interrupting (menginterupsi), challenging (menantang), requesting ( meminta melakukan sesuatu), articulating (menyuarakan isi pikiran dengan jelas), reframing (membantu coachee melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda), dan methapor (menggambarkan situasi).

Akhirnya saya sedikit tambah mengerti bagaimana membuat pertanyaan berbobot itu. Simpulan akhir adalah bahwa seorang pendidik harus memiliki kemampuan leadership pada murid rekan sejawat, lingkungan. Tidak mesti hanya di perusahaan saja seorang leadership itu ada. 

“ Before you are a leader, success is all about growing yourself. When you become a leader, success is all about growing others.”  (Jack Welch)



Artikel Sastra

Kalian dalam Sebuah Episode